SMPN 2 MASBAGIK BERKOLABORASI DENGAN LRC GELAR SOSIALISASI PENCEGAHAN ANTI PERUNDUNGAN DAN KEKERASAN DI SEKOLAH

Maraknya kasus kekerasan dalam dunia pendidikan membuat pemerintah terus melakukan upaya pencegahan dan penanganan. Pemeritah daerah telah mengimbau agar setiap sekolah membentuk Satgas TPPK (Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan) untuk memastikan respon cepat penanganan kekerasan dalam satuan pendidikan.
 
Melansir dari Kompas.id, dari data yang dihimpun oleh Yayasan Cahaya Guru pada 1 Januari-10 Desember 2023 melalui pemantauan pemberitaan media massa tersertifikasi Dewan Pers. Setidaknya terdapat 136 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan sepanjang 2023. Dari data tersebut, kasus perundungan dan kasus kekerasan seksual yang masih mendominasi.
 
Sebagai upaya mitigasi kekerasan di sekolah, SMPN 02 Masbagik berkolaborasi dengan Lombok Research Center (LRC) mengadakan sosialisasi pencegahan perundungan dan kekerasan untuk siswa baru, sebagai rangkaian dalam kegiatan masa orientasi siswa. Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Sekolah SMPN 2 Masbagik, Guru, Koordinator Program INKLUSI-LRC, OSIS, dan 140 siswa baru, pada Selasa, 9 Juli 2024.

Suasana Masa Orientasi Sekolah (MOS) SMPN 2 Masbagik yang diisi dengan kegiatan sosialisasi anti perundungan dan kekerasan di lingkungan sekolah pada, Selasa (9/7/2024) di SMPN 2 Masbagik, Lombok Timur. Foto. LRC

Baiq Titis Yulianty selaku Koordinator Program INKLUSI-LRC hadir untuk memberikan penyuluhan kepada siswa baru terkait pencegahan perundungan dan kekerasan di sekolah. Harapannya peserta didik dapat mengetahui jenis-jenis kekerasan dan dapat melaporkan kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan bebas kekerasan.
 
Dalam materinya, Baiq Titis menyampaikan kekerasan berbasis internet menjadi salah satu yang paling banyak dijumpai di lingkungan sekolah menengah. Bentuknya beragam, di antaranya cyber bullying (perundungan dunia maya) dan kekerasan berbasis gender online (KBGO). Untuk itu, peserta didik diimbau agar lebih berhati-hati menggunakan teknologi. Anak-anak ditekankan agar bisa memilih konten yang diunggah dalam media sosial dan tidak mudah menerima ajakan dari orang yang tidak dikenal.
 
“Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan dalam bermedia sosial, pertama harus lebih berhati-hati dalam memposting foto dan membagikan lokasi, kemudian tidak menerima pertemanan dari sembarang orang dan jangan menerima ajakan dari orang yang tidak dikenal agar kita tidak dimanfaatkan oleh orang-orang yang berniat jahat”, kata Baiq Titis.
 
Begitu juga dalam lingkungan sekolah, semua masyarakat sekolah harus menjadi pelopor pencegahan kekerasan dan menjadi pelapor kasus kekerasan. Sesuai dengan Permendikbud No 82 Tahun 2015, salah satu regulasi yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ialah menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi seluruh masyarakat sekolah. Sehingga, pencegahan tindak kekerasan dalam satuan pendidikan dilakukan oleh peserta didik, orang tua/wali peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat sesuai dengan kewenangannya.
 
“Siapapun bisa melaporkan kasus kekerasan, jadi jika melihat atau mengetahui kasus kekerasan yang terjadi di sekitar kita. Laporkan kepada guru, orangtua atau siapa saja yang bisa membantu”, kata Baiq Titis melanjutkan.
 
Di akhir kegiatan sosialisasi, seluruh siswa baru SMPN 2 Masbagik diminta untuk menuliskan harapannya terkait hal-hal yang diinginkan dalam lingkungan sekolah atau proses pendidikan ke depannya. Semua harapan yang ditulis ditempelkan dalam sebuah pohon harapan agar semua siswa dapat bebas memberikan aspirasinya.