MENINGKATKAN KAPASITAS BPD UNTUK MEWUJUDKAN DESA INKLUSIF DI LOMBOK TIMUR: LRC GELAR MENTORING & TA IMPLEMENTASI DESA INKLUSIF

Direktur Lombok Research Center (LRC), Suherman membuka kegiatan Mentoring & TA Implementasi Desa Inklusif di Kabupaten Lombok Timur pada hari Rabu 10 Juli 2024, di Aula Pertemuan Rasbani 2, Selong, Lombok Timur. Acara ini dihadiri oleh Kepala Bidang SDA dan Teknologi Tepat Guna (Kabid SDA dan TTG) Dinas PMD Lombok Timur, ketua dan anggota BPD di 15 desa dampingan LRC serta tim INKLUSI-LRC.
 
Lebih lanjut lagi Suherman menjelaskan dalam mewujudkan pembangunan inklusif harus ada kolaborasi pemerintah desa dan peran BPD. Kegiatan ini menghadirkan anggota BPD di 15 desa dampingan karena BPD memiliki peran dalam membahas dan mengesahakan rancangan peraturan desa. Sehingga, salah satu tujuan pertemuan ini adalah untuk mendampingi BDP dalam melahirkan regulasi di desa agar sesuai dengan mekanisme yang berlaku agar regulasi yang dihasilkan bersifat ideal dan mampu menjawab permasalahan masyarakat.
 
“Karena dari pengalaman kami mendampingi desa dalam melahirkan perdes, seringkali prosedur itu terlupakan. Ini penting untuk menyesuaikan regulasi yang akan dilahirkan dengan kebutuhan masyarakat”, ujar Suherman.
 
Senada dengan yang disampaikan oleh Koordinator Program INKLUSI-LRC, Baiq Titis Yulianty, kegiatan Mentoring Implementasi Desa Inklusif ini masih menjadi bagian dari Program INKLUSI. Pembangunan inklusif akan tercipta ketika suatu desa memiliki peraturan inklusif. Peraturan inklusif itu selama proses dan tahapan yang dilalui melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan memiliki subtansi untuk melindungi dan memberikan manfaat kepada masyarakat.

Lalu Farouk (Kanan) PO Program INKLUSI-LRC memfasilitasi diskusi anggota dari Kecamatan Sikur Selatan. Foto: LRC

“Dari pendekatan yang kami lakukan di desa, BPD menjadi salah satu poin penting dalam mewujudkan desa inklusif. Kami berharap setelah kegiatan ini, ada perdes inisiatif yang muncul dari bapak ibu yang hadir di sini”, kata Baiq Titis dalam sambutannya.
 
Di tempat yang sama, Assairul Kabir dari DPMD Lombok Timur, mengkritisi beberapa desa dalam melahirkan perdes, sering kali berbeda antara masalah dengan regulasi yang dihasilkan sehingga belum mampu menjawab tantangan masyarakat. Ia juga mengungkapkan selama ini keberadaan BPD di sejumlah desa belum banyak dilibatkan dalam pembangunan. Padahal, sebagai lembaga legislatif di desa, setiap regulasi dan rencana pengaanggaran harus melibatkan BPD.
 
“Kalau BPD berbicara terkait mekanisme, tahapan dan regulasi undang-undang saya yakin sudah hapal semua. Tetapi dalam praktiknya masih kurang sehingga perlu kekuatan kelembagaan. Harapan saya teman-teman BPD ini tetap disuarakan agar masyarakat terakomodir dalam pembangunan sesuai dengan kebutuhannya”, kata Assairul Kabir.
 
Masih kata Assairul Kabir, di beberapa desa sering kali ditemukan peraturan desa yang sudah dibuat tetapi tidak melalui pembahasan dan kesepakatan bersama. Sehingga, aturan, program atau perencanaan di desa tidak mampu menjawab permasalahan masyarakat. Pelibataan masyarakat khususnya yang menjadi substansi dalam sebuah peraturan sangat penting karena mereka yang paling memahami kebutuhannya.
 
“Makanya, banyak perdes yang sudah dibuat tapi ditolak karena banyak pihak yang tidak dilibatkan. Jadi, kalau kita ingin membuat perdes tentang potensi pertanian berarti yang harus diundang para petani karena mereka yang paling paham kebutuhannya. Begitu juga dalam membuat regulasi tentang kesenian, yang harus diundang ya orang-orang pelaku seni itu”, ujarnya sebelum diskusi berakhir.