Perkawinan anak menjadi isu dan tantangan dalam pembangunan berkelanjutan (SDG’s) di Indonesia, karena terkait dengan aspek pembangunan keluarga dan SDM yang berkualitas. Pencegahan perkawinan anak merupakan tugas bersama, pemerintah dan seluruh elemen masyarakat. Sehingga, diperlukan komitmen yang serius dari semua pihak untuk melakukan pencegahan perkawinan anak.
Melansir dari lumbunginovasi.id, dari data LPA NTB, khusus di Lombok Timur angka perkawinan anak sebesar 21,09 persen (2023) dan menjadi nomor dua se-NTB. Sementara itu terdapat dua kecamatan dengan angka perkawinan terbanyak, yakni kecamatan Masbagik dan Peringgasela.
Memanfaatkan kegiatan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS), SMK NW Benteng berkolaborasi dengan Lombok Research Center (LRC) menggelar sosialisasi pencegahan perkawinan anak untuk siswa baru. Kegiatan ini diikuti oleh kepala sekolah, guru, OSIS dan 54 siswa baru di SMK NW Benteng, Desa Jurit Baru, Kecamatan Peringgasela, Senin, 15 Juli 2024.
Mewakili kepala sekolah, Nurjannah, S.S., selaku Wakil Kepala Bidang Kurikulum mengimbau kepada siswa baru agar lebih memprioritaskan pendidikan dan mengembangkan potensi yang dimiliki agar bermanfaat ke depannya. Ia melanjutkan, pentingnya memberikan edukasi tentang pencegahan perkawinan anak menjadi tugas bersama dari berbagai aspek, termasuk peran orangtua dan guru.
“Jadi, jika terjadi perkawinan anak khususnya di SMK NW Benteng, kami dan semua pihak sekolah akan berupaya melakukan pencegahan karena ini adalah tugas dan kewajiban kami”, kata Nurjannah.
Hadir sebagai pemateri, Baiq Titis Yulianty, selaku Kepala Program INKLUSI-LRC menyampaikan bahwa perkawinan anak merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap anak yang erat dengan kekerasan berbasis gender. Pencegahan perkawinan anak merupakan salah satu upaya untuk melindungi hak-hak anak, seperti hak untuk hidup, hak mendapatkan pendidikan, hak untuk dilindungi dari berbagai macam kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
“Jangan sampai teman-teman kehilangan hak-haknya karena perkawinan anak, jadi setelah kegiatan ini kami harapkan semua yang hadir di sini mau berkomitmen untuk mencegah segala bentuk kekerasan terhadap anak termasuk perkawinan anak”, kata Baiq Titis.
Masih kata Baiq Titis, perkawinan anak memiliki sejumlah dampak yang merugikan bahkan dampaknya jangka panjang. Anak-anak tidak akan memiliki dokumen kependudukan, tidak dapat melanjutkan sekolah dan tidak mendapatkan jaminan perlindungan dari pemerintah. Perkawinan anak juga erat kaitannya dengan kemiskinan, akibat dari putus sekolah anak-anak tidak bisa mengembangkan keterampilan sehingga peluang mendapatkan pekerjaan yang bagus semakin kecil.
“Putus sekolah akibat perkawinan menyebabkan anak tidak mendapatkan pekerjaan yang baik kedepannya yang berdampak pada kesulitan ekonomi, kesehatan yang rendah dan perceraian”, kata Baiq Titis dalam materinya.
Dalam kegiatan sosialisasi tersebut, para siswa baru juga diminta untuk mengulang kembali apa yang disampaikan untuk memastikan sejauh mana mereka paham dengan materi yang disampaikan. Beberapa dari mereka yang hadir juga merasa senang dengan kegiatan ini karena mereka bisa menyampaikan pendapat dan mendapatkan pengetahuan baru.