“Program INKLUSI (Kemitraan Australia-Indonesia), melalui Yayasan BaKTI dan Lombok Research Center (LRC), menyelenggarakan pertemuan untuk membahas implementasi pendidikan inklusif di Lombok Timur. Kegiatan ini bertajuk “Mentoring dan TA Pemerintah Daerah Assesment Kesiapan Daerah Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif” dan dilaksanakan di Aula Sekar Asri, Lombok Timur pada Rabu, 13 November 2024.
Hadir dalam acara ini sejumlah pemangku kepentingan, di antaranya perwakilan dari Dinas Pendidikan Provinsi NTB, Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Timur, Bappeda, Kemenag, pengawas sekolah, kepala sekolah, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), guru, dan organisasi non-pemerintah (NGO).
Mewakili Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Timur, Hairurrazak H., Kepala Bidang Sekolah Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Timur, dalam sambutannya menegaskan bahwa pendidikan inklusif merupakan suatu keharusan. Seluruh aspek pendidikan, mulai dari regulasi, kurikulum, infrastruktur sekolah, hingga kapasitas pengajar dan siswa, harus menjunjung tinggi prinsip kesetaraan, inklusivitas, dan mengakomodasi kebutuhan siswa dengan disabilitas.

“Pendidikan inklusif telah didukung oleh berbagai regulasi, dan kita telah menerapkan kurikulum merdeka. Sekolah-sekolah di Lombok Timur juga didorong untuk menjadi sekolah ramah anak. Namun, yang paling penting adalah komitmen kita dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif ini,” tegas Hairurrazak.
Raihanatul Jannah, Subkoordinator Kurikulum Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Timur, yang juga bertindak sebagai narasumber, memaparkan data terkait kondisi pendidikan di Lombok Timur. Berdasarkan hasil asesmen tahun 2023 terhadap 30 sekolah, ditemukan lebih dari 500 siswa yang mengalami hambatan fungsional. Rinciannya, 12 siswa mengalami hambatan penglihatan, 4 hambatan pendengaran, 23 hambatan motorik kasar, 34 hambatan motorik halus, 38 hambatan bicara, 168 hambatan kognitif, 167 hambatan membaca, 117 hambatan perhatian, dan 23 hambatan emosi.
“Sayangnya, Lombok Timur baru memiliki 45 Guru Pembimbing Khusus (GPK) untuk mendukung pendidikan inklusif. Jumlah ini masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan,” ungkap Raihanatul.
Sementara itu, Suherman selaku Direktur LRC menekankan pentingnya memiliki basis data yang akurat untuk menyusun program dan kebijakan pendidikan yang efektif. Identifikasi tantangan, baik dari segi regulasi, infrastruktur, kapasitas guru dan siswa, maupun jumlah siswa dengan disabilitas, perlu dilakukan secara komprehensif.
“Untuk mengoptimalkan upaya kita, diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti Dinas Kesehatan dan rumah sakit, untuk melakukan pendataan bersama. Dengan demikian, anggaran yang ada dapat dialokasikan secara tepat sasaran,” ujar Suherman.”