Pemerintah Lombok Timur Didorong Tingkatkan Komitmen Atasi Kekerasan Perempuan dan Anak

Kabupaten Lombok Timur menjadi daerah dengan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Berdasarkan data SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak , selama periode 2020-2024 jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTB menyentuh angka 4.883 kasus dimana, 26 persen (1.277 kasus) diantaranya terjadi di Kabupaten Lombok Timur.
 
Terkait dengan hal tersebut serta sebagai lembaga yang memiliki konsen dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak maka, Lombok Research Center (LRC) mempertanyakan komitmen pemerintah daerah dalam menyikapi persoalan tersebut.
 
“Dalam tiga tahun terakhir (2022-2024) tren kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lombok Timur cenderung meningkat” ujat Suherman Direktur LRC dalam kegiatan hearing dengan Komisi II DPDR Lombok Timur yang dilaksanakan pada Selasa, 24 Desember 2024 di ruang Rapat Komisi II DPRD Lombok Timur.
 
“Sebagai mitra pembangunan pemerintah daerah, data tersebut tentunya sangat memprihatinkan ditengah komitmen pemerintah daerah yang berusaha meningkatkan Lombok Timur sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA) Madya serta diperkuat dengan berbagai kebijakan regulasi yang sudah sangat komprehensif”, sambung Direktur LRC. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak berdasarkan SIMFONI pada 2022 adalah 228 kasus. Jumlah kasus ini turun pada 2023, yaitu 204 kasus namun, tahun ini (2024) per 23 Desember mencapai 272 kasus.
 
“Secara kebijakan regulasi, Pemkab Lotim sudah sangat bagus dan kami sangat mengapresiasi hal tersebut namun, ternyata komitmen dalam kebijakan regulasi tersebut tidak dibarengi komitmen kebijakan anggaran” terang Direktur LRC. Kebijakan anggaran ini sangat penting untuk mendapat perhatian dari pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif) mengingat keberadaan sumber daya manusia yang terdapat di UPTD PPA Dinas P3AKB Lombok Timur masih sangat minim atau kurang. UPTD PPA Dinas P3AKB merupakan leading sector dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lombok Timur.
 
Dengan luas wilayah 1.605,55 km2 yang terdiri dari 21 kecamatan dan 254 desa/kelurahan akan sangat sulit bagi UPTD PPA dalam hal penjangkauan kasus. Begitu pula hal-nya dengan upaya pendampingan dan perlindungan bagi korban dan saksi. “Untuk itu penting bagi Lombok Timur memiliki Rumah Aman dan kami meminta komitmen DPRD Lombok Timur untuk dapat mendukung hal tersebut”, ujar Suherman.
 
Dr. Maharani selaku Pembina dan Penliti LRC menyoroti masih tingginya kasus kekerasan yang terjadi di Lombok Timur tidak pernah disertai dengan komitmen serius dari legislatif dan eksekutif. Dengan banyaknya laporan kasus yang masuk ke UPTD PPA, Kabupaten Lombok Timur bahkan hingga saat ini belum memiliki Ruman Aman. Maharani juga menyoroti kekurangan SDM dan porsi anggaran di UPTD PPA yang sangat kecil, kondisi ini jelas tidak akan memaksimalkan penanganan kasus kekerasan di 254 desa/kelurahan di Lombok Timur.
“Ada problem mendesak yang harus segera kita tangani, UPTD PPA ini cuma punya SDM 8 orang, dari sisi anggaran di tahun 2025 untuk pemberdayaan perempuan dan anak cuma dikasi 145 juta, dan ditambah kita tidak punya Rumah Aman. Padahal secara regulasi kita sudah sangat bagus, tapi dari sisi implementasi dan porsi anggaran kita tidak serius”, kata Maharani.
 
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPRD Lombok Timur, Dr. H. Muhammad Djamaludin, BE., M.Kom yang membuka rapat tersebut memaparkan Lombok Timur sebenarnya sudah memiliki regulasi yang sangat kompleks terkait pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Mulai dari Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2000 tentang pelaksanaan Pengarusutamaan Gender, Perda No. 5 Tahun 2023 Tentang Penghormaatan, Perlindungan, dan pemenuhan hak Disabilitas, Perempuan dan Anak, Perda No.2 Tahun 2024 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. Sehingga, tingginya kasus kekerasan di Lombok Timur menjadi pertanyaan besar, sejauh mana komitmen pemerintah dan stakeholder dalam implementasi regulasi yang sudah ada?
 
“Yang harus dilakukan sekarang dari sisi pelaksanaan, pengawasan dan penganggaran untuk kegiatan yang membutuhkan kebjakan untuk diimpelementasikan secara teknis”, kata Muhammad Djamaludin.
 
Dari pihak pemerintah daerah, H. Ahmat A, S.Kep., MM selaku Kepala Dinas P3AKB Lombok Timur menginginkan adanya kerjasama antara eksekutif dengan legilatif. Saat ini DP3AKB memiliki kelompok binaan Sekolah Perempuan yang tersebar di 21 kecamatan di Lombok Timur, di mana anggotanya berasal dari mantan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Ahmat melanjutkan, pembinaan kelompok tersebut bersifat berkelanjutan dan tentu membutuhkan anggaran yang berkelanjutan pula.
 
“Kami ingin kerjasama kami dengan legislatif tidak hanya dari sisi pembuatan regulasinya saja, tetapi juga dari sisi implementasi maupun penganggaran”, ungkap Ahmat siang itu.
 
Kontribusi Program INKLUSI
Sementara itu Baiq Titis Yulianty dalam kapasitas sebagai Koordinator Program INKLUSI BaKTI-LRC memaparkan bahwa sejak tahun 2022 LRC yang mengimplementasikan Program INKLUSI di Lombok Timur telah memberikan kontribusi terkait dengan peningkatan kapasitas Kelompok Konstituen (KK) sebagai jejaring dari UPTD PPA dalam hal penanganan dan pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan di Lombok Timur.
 
“Terdapat 120 pendamping yang ada di 15 desa dampingan kami yang selama ini berkolaborasi dengan UPTD PPA, baik dalam pelaporan maupun pendampingan” ujar Baiq Titis. “Keberadaan tenaga pendamping kasus kekerasan ini sedikit tidak memiliki kontribusi dalam upaya pendampingan dan pencegahan kasus kekerasan di daerah namun, hal tersebut tentunya dapat menjadi atensi dari pemda, yaitu melalui komitmen dukungan anggaran bagi UPTD PPA, khususnya merealisasikan keberadaan Rumah Aman”, harap Baiq Titis.
 
“Selama ini kita lupa bahwa selain pendampingan, korban kekerasan membutuhkan perhatian pasca trauma kekerasan yang dialaminya dan hal ini penting juga bagi pihak eksekutif dan legislatif di Lombok Timur untuk bersama-sama memiliki komitmen yang kuat” sambung Lalu farouq Wardhana selaku Programme Officer INKLUSI BaKTI-LRC dalam kesempatan yang sama.
 
Kegiatan hearing antara LRC dengan pemerintah daerah Lombok Timur ini bertujuan untuk mendorong komitmen pemerintah daerah melaksanakan penguatan fungsi Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. UPTD PPA diharapkan dapat melaksanakan tata kelola baru one stop services sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
 
“UU TPKS mengamanatkan 11 (sebelas) fungsi penyedia layanan perlindungan perempuan dan anak dari yang sebelumnya hanya 6 (enam) layanan,” kata Lalu Farouq.
 
11 (sebelas) fungsi penyedia layanan perlindungan perempuan dan anak yang difasilitasi UPTD sesuai dengan mandat UU TPKS, yakni; 11 (sebelas) fungsi penyedia layanan perlindungan perempuan dan anak yang difasilitasi UPTD sesuai dengan mandat UU TPKS, yakni; (1) menerima pelaporan atau penjangkauan korban; (2) menyampaikan informasi terkait hak korban; (3) memfasilitasi pemberian layanan; (4 ) memfasilitasi pemberian layanan penguatan psikologi; (5) memfasilitasi pemberian layanan psikososial, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi sosial; (6) menyediakan layanan hukum; (7) mengidentifikasi kebutuhan pemberdayaan ekonomi; (8) mengidentifikasi kebutuhan penampungan sementara untuk korban dan keluarganya yang perlu dipenuhi segera; (9) memfasilitasi kebutuhan korban penyandang disabilitas; (10) mengkoordinasikan pemenuhan hak korban dengan lembaga lainnya; dan (11)  memantau pemenuhan hak korban oleh APH selama proses acara peradilan.