Penguatan UMKM sebagai Pilar Pembangunan Inklusif di Lombok Timur (II)

Merajut Kesejahteraan dan Kesetaraan Ekonomi di Lombok Timur
Sebagai salah satu tulang punggung perekonomian di Indonesia, pelaku UMKM memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pemerataan. Namun, seringkali terdapat beberapa hal yang sering diabaikan oleh pelaku UMKM, yaitu terkait dengan legalitas usaha.
 
Hal inilah yang menjadi hasil temuan dari beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha di wilayah dampingan LRC dalam Program INKLUSI. Legalitas bukanlah persoalan formalitas semata, melainkan menjadi salah satu pintu utama yang dapat mendorong untuk pelaku UMKM naik kelas dan berkembang.
 
“Pelaku UMKM akan mendapatkan banyak manfaat ketika usahanya sudah memiliki legalitas, yaitu akan mendapatkan perlindungan hukum, terutama ketika terkait dengan produk yang dihasilkan”, ujar Sukardiawan, dari DPMPTSP Lombok Timur dalam penyampaian materinya. Konsumen juga memiliki kepercayaan terhadap produk yang dihasilkan atau memiliki brand yang dikenal. Selain itu, dengan pelaku UMKM memiliki legalitas maka, akan semakin memudahkan pengawasan dari pemerintah, dan adanya legalitas juga akan membantu UMKM untuk mengembangkan usahanya, sambungnya.
 
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Lombok Timur saat ini berkomitmen untuk memberikan kemudahan dalam pengurusan izin, terlebih bagi pelaku UMKM yang dipercaya menjadi penggerak ekonomi di desa.
 
“Melalui aplikasi Online Single Submission (OSS), pelaku usaha UMK, baik yang perorangan maupun badan usaha cukup 30 menit dalam melakukan pengurusan legalitas” lanjut Sukardiawan. Pelaku UMK cukup melengkapi berkas persyaratan yang dibutuhkan untuk mengurus legalitas dan beberapa OPD teknis juga telah ada di DPMPTSP untuk membantu dan mempermudah pengurasan legalitas yang diinginkan.
 
Memiliki legalitas berusaha juga memberikan kemudahan bagi pelaku UMK untuk mengakses permodalan. Banyak pelaku UMKM yang ketika mengajukan permohonan bantuan modal di lembaga keuangan mengalami kendala karena tidak dilengkapi oleh persyaratan legalitas. Hal inidisampaikan oleh Ahmad Dailami dari bagian bisnis mikro Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Selong, Lombok Timur.

“Terdapat tiga level pembiayaan dalam UMK, yaitu pembiayaan super mikro yang pengajuan pinjamannya di bawah 1 juta. Namun, untuk level ini BRI mengarahkan pengajuannya ke Pegadaian”, sambung Ahmad Dailami menjelaskan tentang level pembiayaan yang dapat diakses oleh pelaku UMK. Di atas level super mikro ada namanya Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro, yaitu level pembiayaan Rp10 juta – Rp100 juta. Untuk level ini tidak menggunakan agunan, jelasnya. Kemudian ada KUR Kecil, yaitu pengajuan pembiayaan >Rp 100 juta, dan ini biasanya membutuhkan agunan sebagai jaminan.
 
Narasumber dari BRI Cabang Selong juga menjelaskan bahwa beberapa persyaratan dalam mengajukan pembiayaan bagi pelaku UMK, seperti belum pernah menerima pinjaman dari Bank lain atau sedang dalam pinjaman berjalan dan usaha yang mau dikembangkan telah berjalan minimal selama enam bulan. Umumnya suku bunga bagi pelaku UMK sangat rendah, yaitu 6 persen per tahun, sambung Ahmad Dailami.

Kegiatan penguatan kapasitas yang diinisiasi oleh Lombok Research Center (LRC) melalui Program INKLUSI-BaKTI tidak hanya bertujuan untuk memperkuat usaha pelaku UMKM dari sisi teknis dan manajerial, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih inklusif di Lombok Timur. Dengan pendekatan holistik yang mencakup aspek produksi, pemasaran, legalitas, dan akses pembiayaan, kegiatan ini menjadi jembatan bagi kelompok rentan untuk lebih berdaya secara ekonomi dan mampu bersaing di tengah dinamika pasar yang semakin kompetitif.
 
Diharapkan, kolaborasi antara pemerintah, lembaga keuangan, pelaku usaha, dan masyarakat sipil ini terus berlanjut sebagai bagian dari upaya bersama dalam mendorong pembangunan yang tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjamin pemerataan manfaatnya. Ketika pelaku UMKM—termasuk dari kelompok marginal—memiliki kapasitas dan dukungan yang memadai, maka pembangunan inklusif di Lombok Timur bukan sekadar cita-cita, melainkan menjadi kenyataan yang dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.