Sektor pangan saat ini menjadi perhatian dari pemerintah daerah. Sebagai daerah agraris dan menjadi salah satu lumbung pangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Kabupaten Lombok Timur memainkan peran yang penting dan strategis dalam menjaga ketersediaan pasokan pangan daerah. Keberadaan 239 desa yang ada merupakan potensi dan peluang untuk menjadikan Lombok Timur sebagai daerah dengan kemandirian pangan, baik untuk mendukung program pangan daerah maupun nasional.
Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mendukung derajat kemandirian pangan desa adalah melalui pembentukan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM). Dalam periode 2010-2022, jumlah LPM di Lombok Timur tercatat 56 unit dengan keanggotaan mencapai 1.926 anggota. Namun dalam perjalanannya, pengembangan LPM di Kabupaten Lombok Timur mengalami beberapa tantangan, seperti belum didukung infrastruktur yang memadai, kualitas SDM pengelola LPM yang masih rendah, Keterbatasan modal, persaingan usaha yang ketat, dukungan pemerintah desa yang kurang, dampak perubahan iklim, dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap keberadaan LPM.
Sebagai upaya untuk mendalami peluang dan tantangan dalam mendukung desa-desa di Lombok Timur mandiri dalam menjaga ketahanan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, Lombok Research Center (LRC) menyelenggarakan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) dengan tema “Optimalisasi Penguatan Desa Mandiri Pangan Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan di Kabupaten Lombok Timur”, pada Sabtu, tanggal 17 Mei 2025 di Lesehan Sekar Asri, Sekarteja, Lombok Timur.
Kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) tersebut bertujuan untuk menghimpun informasi situasi ketahanan pangan di desa masing-masing, tantangan yang dihadapi, serta potensi apa saja yang dimiliki oleh desa yang dapat dkembangkan dalam mendukung upaya kemandirian pangan di desa. Selain itu, kegiatan DKT bertujuan untuk menidentifikasi kebutuhan dan aspirasi dalam penguatan lumbung pangan di tingkat desa.
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan dari level daerah sampai perseorangan, dengan melihat tiga pilar yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan kemanfaatan. Ketahanan pangan merupakan salah satu tugas konkuren yang dimiliki pemerintah. Diskusi tersebut melibatkan pemerintah desa, pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), pengurus Kelompok Tani (Poktan)/Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), perempuan, dan petani. Peserta yang hadir telah mewakili desa-desa sesuai dengan kondisi geografis wilayah di Kabupaten Lombok Timur. Adapun desa-desa yang dimaksudkan adalah, Desa Lando, desa Lendang Nangka, Desa Sukamulia Timur, desa Sepit, Desa Tanjung Luar, dan Desa Sapit.
Dalam sambutan pengantarnya sekaligus membuka kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT), direktur Lombok Research Center (LRC) Suherman menegaskan desa mandiri pangan bukan hanya tentang produksi pangan yang cukup, tetapi juga tentang pengelolaan sumber daya lokal, pemberdayaan masyarakat, dan penguatan ekonomi desa melalui BUMDes serta kelompok tani, ujarnya.
“Keberadaan lumbung pangan bukan hanya sekedar tempat penyimpanan saja, namun juga merupakan simbol kemandirian dan gotong-royong dalam menjaga ketersediaan pangan di tingkat komunitas”, sambungnya terkait dengan keberadaan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) yang ada saat ini di beberapa desa di Lombok Timur.

Diskusi berlangsung dinamis dengan berbagai masukan dari peserta. Perwakilan petani dari Desa Lendang Nangka, misalnya, mengeluhkan regenerasi petani yang saat ini menjadi kendala dalam pengembangan pertanian. Salah satu kendala yang menghambat regenerasi petani adalah tidak adanya kepastian harga setelah panen. Selain itu, terdapat masukan terhadap peran pemerintah daerah, terutama dinas pertanian yang tidak hanya fokus pada upaya peningkatan produksi saja, namun juga perlu untuk dapat mengontrol harga berbagai input pertanian.
Hal yang sama juga disampaikan oleh peserta dari Desa Sapit yang mengusulkan kepada pemerintah daerah untuk menyediakan bibit atau benih unggul. Di pasaran para petani seringkali mengeluhkan adanya bibit unggul namun, merupakan bibit oplosan dan ini berdampak pada tingkat produksi dan produktivitas usaha pertanian mereka. Sementara itu, pengurus BUMDes dari Desa Tanjung Luar menyoroti tentang ketahanan pangan dari perspektif masyarakat pesisir. Dimana, umumnya masyarakat Desa Tanjung Luar yang merupakan nelayan dalam memenuhi kebutuhan pangannya dengan cara menjual hasil tankapan untuk dibelikan bahan pangan selain ikan. Selain itu, menjaga kelestarian sumber daya laut melalui moratorium menangkap ikan merupakan salah satu cara mereka untuk menjaga ketahanan pangan di tingkat komunitas.
Melalui kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT( yang diselenggarakan oleh Lombok Research Center (LRC) sejumlah rekomendasi strategis diusulkan oleh peserta, seperti (1) pemerintah daerah harus mampu untuk melindungi lahan pertanian produktif dari kegiatan alih fungsi lahan yang semakin meningkat; (2) peningkatan akses terhadap irigasi dan teknologi pertanian; (3) memberikan kepastian harga bagi produk pertanian pasca panen untuk menarik minat pemuda terjun ke sektor pertanian; (4) desa melalui BUMDes dapat menyerap hasil produksi pertanian; dan (5) meningkatkan kapasitas penyuluh, terutama terkait dengan pengetahuan tentang iklim.
Kegiatan ini ditutup dengan komitmen bersama dari seluruh peserta untuk terus berkolaborasi dalam mewujudkan desa mandiri pangan. LRC akan menindaklanjuti hasil diskusi tersebut kepada pemerintah daeah melalui program-program konkrit yang melibatkan pemerintah desa, BUMDes, dan kelompok tani.
Dengan semangat kebersamaan dan kolaborasi, Kabupaten Lombok Timur semakin mantap melangkah menuju kemandirian pangan. Kegiatan seperti diskusi kelompok terpumpun ini menjadi bukti nyata bahwa ketahanan pangan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga hasil dari kerja sama seluruh elemen masyarakat di tingkat desa.