Di sebuah sudut tenang Classic Coffee & Resto, Kecamatan Sikur, suasana berbeda terasa pada Rabu (15/10/2025) pagi itu. Sejumlah pelaku usaha bambu, pejabat dari berbagai dinas, perbankan, dan lembaga riset duduk melingkar dalam satu forum. Bukan sekadar temu rutin, tetapi pertemuan penting untuk merajut strategi bersama: bagaimana bambu, tanaman yang tumbuh subur di tanah Sikur, bisa menjadi penopang ekonomi warga.
Diskusi terbatas atau Focus Group Discussion (FGD) ini digelar oleh Lombok Research Center (LRC) dengan tema “Pemberdayaan dan Pembinaan UMKM Berbasis Bambu di Kecamatan Sikur.” Kegiatan tersebut menjadi kelanjutan dari dua FGD sebelumnya yang telah membahas potensi dan tantangan pengembangan UMKM bambu di wilayah ini.
Direktur LRC, Suherman, menyampaikan bahwa tujuan utama FGD kali ini adalah menyusun strategi kolaborasi multipihak yang konkret dan terukur.
“Kita ingin agar kolaborasi ini tidak berhenti pada tataran wacana. LRC berupaya mempertemukan para pelaku UMKM bambu dengan pembuat kebijakan dan pihak pendukung lain, supaya ada sinergi nyata dalam pengembangan usaha mereka,” ujarnya.
Menurut Suherman, hasil dari dua FGD sebelumnya telah menunjukkan banyak hal: potensi bahan baku bambu di Sikur yang melimpah, kemampuan sumber daya manusia yang mulai meningkat, serta peluang pasar yang terbuka, baik lokal maupun luar daerah. Namun, ia menegaskan masih ada tantangan di bidang pemasaran, permodalan, dan akses ke jaringan distribusi yang lebih luas.
LRC, katanya, telah menindaklanjuti hasil-hasil itu dengan sejumlah pelatihan — mulai dari pemasaran digital, branding produk, hingga ekspor produk bambu. “Semua itu kita lakukan agar pelaku UMKM bambu bisa naik kelas dan siap bersaing,” imbuhnya.
FGD kali ini difasilitasi oleh Assairul Kabir, seorang pendamping UMKM yang berpengalaman. Dalam pandangannya, FGD bukan hanya tempat bertukar pikiran, tetapi juga ruang penyamaan persepsi antar pihak.
“FGD ini menjadi ruang di mana pelaku UMKM bisa berbicara langsung dengan pembuat kebijakan. Kami ingin memastikan bahwa kebijakan daerah, program pemerintah, dan kebutuhan masyarakat bisa berjalan seiring,” jelas Assairul.
Pandangan OPD: Kolaborasi untuk Kemandirian Ekonomi
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur menilai bahwa pengembangan UMKM berbasis bambu di Kecamatan Sikur merupakan bagian penting dari strategi pembangunan ekonomi daerah berbasis potensi lokal. Melalui kehadiran berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dalam forum FGD yang digagas oleh Lombok Research Center (LRC), pemerintah menunjukkan komitmennya untuk memperkuat sektor ini secara terpadu, mulai dari perencanaan, inovasi, pembinaan, hingga dukungan pembiayaan.
Dalam pandangan pemerintah daerah, bambu tidak hanya memiliki nilai ekonomi, tetapi juga nilai ekologis dan sosial yang tinggi. Karena itu, penguatan tata rantai nilai bambu dari hulu ke hilir menjadi prioritas, dengan fokus pada inovasi produk, teknologi produksi yang efisien, serta penguatan daya saing di pasar yang lebih luas. Pemerintah juga melihat pentingnya peran desa dalam menopang keberlanjutan usaha bambu melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), agar potensi bahan baku dan keterampilan masyarakat dapat diolah menjadi kekuatan ekonomi lokal. Selain itu, aspek keberlanjutan bahan baku menjadi perhatian utama, dengan dorongan agar pengelolaan bambu dilakukan secara lestari melalui pola tanam dan panen terencana.
Di sisi lain, promosi dan perluasan akses pasar juga menjadi perhatian pemerintah, dengan tekad menjadikan produk bambu Sikur sebagai komoditas unggulan daerah yang memiliki narasi kuat tentang budaya dan keberlanjutan. Pemerintah daerah juga membuka ruang kolaborasi dengan lembaga keuangan seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang memiliki peran penting dalam memperkuat permodalan dan manajemen keuangan pelaku UMKM.
Sebagaimana disampaikan oleh Hirsan, Kepala Bidang UMKM pada Dinas Koperasi dan UMKM Lombok Timur, kolaborasi multipihak ini menjadi langkah nyata dalam memperkuat pondasi ekonomi lokal.
“Pemerintah daerah berkomitmen memperkuat UMKM sebagai tulang punggung ekonomi. Melalui forum seperti ini, kita bisa mendengar langsung apa yang dibutuhkan pelaku usaha. Harapannya, rekomendasi FGD bisa menjadi masukan bagi kebijakan pembinaan UMKM di tingkat kabupaten,” ujarnya.
Dengan pandangan yang terpadu dan dukungan lintas sektor, pemerintah daerah berharap ekosistem UMKM bambu di Sikur dapat tumbuh lebih kuat, mandiri, dan berkelanjutan — sekaligus menjadi contoh pengembangan ekonomi berbasis sumber daya lokal di Lombok Timur.

Suara dari Pelaku UMKM
Di tengah diskusi yang padat, suara para pelaku UMKM turut memberi warna. Siti Amniah, pengrajin anyaman bambu asal mentaum, Desa Montong Baan, menuturkan pengalamannya.
“Dulu kami hanya produksi seadanya, tanpa tahu cara menjual. Setelah ikut pelatihan dari LRC, kami belajar soal pemasaran digital dan kemasan. FGD ini membuka wawasan baru tentang kerja sama lintas pihak,” ujarnya.
Sementara Zulhadi, pelaku usaha UMKM bambu dari Desa Gelora, berharap kolaborasi ini berlanjut pada program nyata.
“Kami ingin pemerintah membantu akses bahan baku dan peralatan produksi. Dengan kolaborasi ini, kami optimistis produk bambu dari Sikur bisa tembus pasar nasional,” katanya.
Merajut Sinergi untuk Masa Depan UMKM Bambu
Kegiatan FGD yang digagas oleh Lombok Research Center (LRC) di Kecamatan Sikur menjadi momentum penting dalam merajut sinergi antar pemangku kepentingan untuk memperkuat sektor UMKM berbasis bambu. Melalui pertemuan ini, terbentuk kesamaan pandangan antara pelaku usaha, pemerintah daerah, lembaga keuangan, dan pendamping lapangan mengenai arah pengembangan bambu sebagai komoditas unggulan lokal. Kolaborasi lintas sektor yang dibangun tidak hanya menyoroti peningkatan kapasitas produksi dan inovasi, tetapi juga mencakup aspek keberlanjutan bahan baku, promosi pasar, dan penguatan kelembagaan di tingkat desa. Dengan demikian, bambu tidak lagi dipandang sekadar bahan kerajinan tradisional, melainkan sumber daya strategis yang mampu menopang kemandirian ekonomi masyarakat.
Harapannya, hasil FGD ini tidak berhenti pada tataran diskusi, melainkan menjadi pijakan nyata bagi kebijakan dan program yang mendukung tumbuhnya ekosistem usaha bambu di Lombok Timur. Pemerintah daerah bersama lembaga mitra diharapkan dapat menindaklanjuti rekomendasi yang muncul, baik melalui pendampingan, pelatihan, maupun pembukaan akses pasar dan pembiayaan. Bagi para pelaku UMKM, kegiatan ini memberi semangat baru bahwa mereka tidak berjalan sendiri, melainkan menjadi bagian dari gerakan bersama untuk membangun ekonomi lokal yang berkelanjutan. Dengan semangat kolaborasi tersebut, bambu dari Sikur berpotensi tumbuh menjadi simbol kemandirian dan ketangguhan ekonomi masyarakat Lombok Timur.

