The Ultra theme is Themify's flagship theme. It's a WordPress designed to give you more control on the design of your theme. Built to work seamlessly with our drag & drop Builder plugin, it gives you the ability to customize the look and feel of your content.
Banjir melanda beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram di Pulau Lombok, dan Sumbawa di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Senin (6/12/2021). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan sebanyak 404 KK terdampak banjir di wilayah kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat. Sedangkan di kecamatan Sekotong Lobar, banjir telah menyebabkan 1.222 KK atau 3.985 jiwa terdampak. Selain itu banjir juga menerjang tiga Kecamatan di Kabupaten Lombok Timur dan tercatat 94 KK terdampak. Sejumlah desa yang tersebar di tiga daerah tersebut antara lain Kecamatan Keruak (Desa Ketapang Raya), Kecamatan Jerowaru (Desa Batu Nampar Selatan) dan Kecamatan Pringgabaya (Desa Gunung Malang dan Kerumut). Sedangkan di Pulau Sumbawa, banjir juga melanda 4 kecamatan di Kabupaten Sumbawa yang menyebabkan 294 KK terdampak. Cuaca ekstrem juga telah menyebabkan gelombang pasang (Rob) di Kabupaten Bima dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Menurut Indeks Risiko Bencana Banjir tahun 2020 yang dikeluarkan oleh BNPB melalui Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), beberapa daerah di NTB memiliki kelas risiko banjir yang tinggi. Adapun daerah kabupaten/kota tersebut antara lain yaitu, Lombok Barat (36,00), Dompu (25,03), Bima (24,52), Kota Mataram (22,91), dan Kota Bima (22,49).
Belajar Dari Musibah Banjir Kejadian banjir memang selalu datang ketika musim hujan tiba. Banjir juga merupakan peristiwa secara ekologis merupakan suatu respon dari keseimbangan ekosistem alam. Musibah yang terjadi dipenghujung tahun 2021 ini harus menjadi renungan sekaligus menjadi tanggung jawab moral kita semua dimana, musibah banjir ini merupakan refleksi alam terhadap akumulasi perbuatan kita yang selalu merasa “kurang”.
Kalimat “kurang” di atas patut kita garisbawahi karena tanpa kita sadari kita kurang memahami dampak dari perbuatan kita sehari-hari telah menjadikan sungai sebagai “bak sampah”, merasa kekurangan luas lahan dan menggunakan daerah sempadan sungai sebagai tempat bangunan, obsesi pembangunan perekonomian telah menyebabkan kurangnya perhatian terhadap keberadaan lahan resapan air, dan tentunya masih banyak lagi “kekurangan” lainnya. Banjir parah yang terjadi di Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat, rata-rata berada di wilayah daeah aliran sungai. Artinya, keberadaan aliran sungai yang melintasi daerah-daerah terdampak tersebut sudah tidak mampu untuk menampung dan menahan debit air yang masuk ke dalam ‘rahimnya”. Tentunya hal ini terjadi bukan karena konflik antara sungai dan air hujan namun, lebih kepada timbulnya pendangkalan yang disebabkan oleh erosi karena kemampuan hutan sebagai tempat transit air hujan sudah kurang berfungsi lagi.
Hutan yang berada di dataran tinggi akan berfungsi sebagai daerah resapan air yang paling besar sekaligus sebagai pencegah terjadinya tanah longsor. Hutan di atasnya akan berfungsi sebagai penahan tanah agar tak mudah tergerus air. Sedang fungsi hutan di dataran rendah akan berfungsi sebagai penghambat air sehingga dapat mencegah banjir . Dapat mencegah terjadinya kerusakan tanah, bangunan dan properti. Hutan di dataran rendah juga dapat menjadi habitat yang sangat alami untuk aneka satwa liar.
Mengutip dari www.infoanggaran.com, kawasan hutan di NTB yang berfungsi untuk menahan air hujan, kondisinya sekarang sedang “sakit”. Dimana, diperkirakan 80 persen dari total kawasan hutan seluas 1,07 juta hektare saat ini dalam kondisi kritis, bahkan sebagian besarnya terjadi di kawasan hutan alami. Selain kemudahan perizinan penguasaan hutan, kerusakan kawasan hutan di NTB juga disebabkan oleh masih maraknya perambahan hutan secara ilegal. Hutan di kawasan Pulau Sumbawa, Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu, dan Kabupaten Lombok Barat acap kali menjadi sasaran empuk para pembalak liar gegara lemahnya pengawasan peredaran kayu.
Kemudian banjir yang merendam beberapa perumahan di Kecamatan Gunungsari Lombok Barat tentunya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah daerah terutama didalam fungsi pengawasan dan penegakan hukum. Banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pengembang yang luput dari pengawasan seperti belum atau tidak membuat saluran irigasi yang sesuai dengan kajian dampak lingkungan atau membangun perumahan yang lebih tinggi dari ketentuan. Semua ini akan diketahui setelah perumahan-perumahan tersebut ada penghuninya dan terdampak banjir.
Selain itu, saat ini banyak jalan-jalan lingkungan menggunakan cor atau beton. Seolah telah menjadi “tren” bahwa kebersihan suatu lingkungan ditandai dengan jalan-jalan yang sudah dicor menggunakan batu sikat maupun beton. Kondisi ini tentunya akan menghalangi air hujan menyerap ke tanah dan ikut andil terhadap timbulnya kejadian banjir.
Manusia dan Lingkungan Kewajiban setiap pemimpin untuk dapat menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat yang dipimpinnya. Untuk itu, salah satu upaya yang dilakukan oleh semua level pemerintahan adalah melalui pembangunan yang dilakukan dalam semua sektor kehidupan. Namun, pembangunan yang dilaksanakan haruslah sesuai dengan prinsip-prinsp pembangunan berkelanjutan.
Hal ini penting untuk dipraktekkan untuk mencegah eksploitasi terhadap alam dengan dalih pelaksanaan pembangunan. Beberapa kejadian bencana alam kerap disebabkan oleh faktor ketidakseimbangan antara manusia dengan lingkungan yang dapat terlihat dari pola produksi dan konsumsi yang tidak ekologis.
Alam hanya memberikan peluang dan kita sebagai manusia yang berperan untuk menentukan pilihan dari peluang-peluamg yang disediakan oleh alam. Menurut Paul Vidal de la Blache (1845-1919), faktor yang menentukan itu bukan alam melainkan proses produksi yang dipilih manusia yang berasal dari kemungkinan yang diberikan alam, seperti iklim, tanah, dan ruang di suatu wilayah. Dalam hal ini, manusia tidak lagi bersikap pasif atau pasrah menerima apapun yang diberikan alam seperti yang diyakini oleh paham determinisme, tetapi aktif dalam pemanfaatannya. Manusia dan kebudayaannya dapat memilih kegiatan yang cocok sesuai dengan kemungkinan yang diberikan oleh alam.
Jadi, musibah banjir yang melanda sebagian wilayah Propinsi NTB lebih pada persoalan lingkungan hidup. Kerusakan bukan masalah teknis tetapi krisis lingkungan adalah krisis moral manusia. Untuk itu, mengatasi masalah lingkungan hidup dewasa ini langkah awalnya adalah dengan cara merubah cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara mendasar melaui pengembangan etika lingkungan (Sonny Keraf, 2002).
Herman Rakha Penulis merupakan salah satu staff peneliti pada Lombok Research Center