Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat menghindar dari proses komunikasi. Komunikasi sebagai fitrah manusia mestinya harus mendukung aspek inklusivitas bagi siapa saja. Namun, kenyataannya informasi yang beredar di lini media saat ini belum sepenuhnya mendukung aspek inklusivitas. Oleh karena itu, institusi media memiliki peran penting untuk mendorong jurnalis menghasilkan berita yang inklusif guna membentuk ruang yang aman dan nyaman di media bagi seluruh masyarakat.
Produk jurnalistik yang dihasilkan oleh seorang jurnalis melalui berbagai media saat ini memiliki peran yang sangat penting, terutama dalam membentuk opini dan mempengaruhi persepsi masyarakat tentang berbagai isu sosial. Untuk itu, seorang jurnalis dan media dituntut menjadi agen perubahan yang dapat membawa perubahan positif atau negatif. Namun, didalam perjalanannya saat ini seorang jurnalis dan media dihadapkan pada tantangan bagaimana mampu menghasilkan produk jurnalistik yang adil, akurat, dan inklusif.
Sebagai implementator pelaksanaan Program INKLUSI di Lombok Timur yang terus berupaya melakukan moderasi atas konten dan pemberitaan yang inklusif, Lombok Research Center (LRC) mengadakan “Penguatan Kapasitas Forum Media dan Jurnalis Lombok Timur”, yang diadakan pada 23 Agustus 2024 di Classic Coffee, Sikur, Lombok Timur. Hadir pada acara tersebut adalah para jurnalis yang tergabung dalam Forum Media Inklusif Lombok Timur, dimana keberadaan forum media ini juga menjadi bagian dari implementasi Program INKLUSI.
“Peran jurnalis sangat penting didalam mempengaruhi kebijakan, terutama pada isu-isu sosial yang saat ini masih menjadi tantangan pembangunan di Lombok Timur. Salah satu contohnya adalah masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak”, ucap Suherman Direktur LRC memberikan sambutan pengantar dalam kegiatan tersebut.
“Melalui kegiatan peningkatan kapasitas ini, tentunya kami sangat berharap bahwa para jurnalis dapat mempengaruhi kebijakan daerah terkait dengan upaya-upaya perlindungan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lombok Timur, terutama tentang dukungan komitmen anggaran yang masih sangat kurang”, sambung Direktur LRC. Seorang jurnalis memang pada dasarnya dituntut netral dalam pemberitaan namun, tetap harus berpihak pada kepentingan kemanusiaan, keadilan.
Ketua Forum Media Inklusif Lombok Timur, Rusliadi yang bertindak sebagai moderator dalam kegiatan tersebut menekankan tentang 11 pasal kode etik jurnalistik yang harus dipahami oleh seorang jurnalis. “Apabila kita telah mematuhi 11 pasal kode etik jurnalis maka, secara tidak langsung sikap dan produk jurnalistik yang dihasilkan telah memiliki perspektif GEDSI (Kesetraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial)”, ungkap Rusliadi sebagai pemantik diskusi.
Berdasarkan hasil diskusi pada kegiatan tersebut, banyak pengetahuan-pengetahuan positif yang dapat dirangkum. Salah satunya adalah adanya kebijakan dari perusahaan media yang berbeda-beda namun, pada kasus pemberitaan tentang anak hampir semua perusahaan media memiliki kebijakan yang sama. Contohnya adalah tidak lagi menggunakan penyebutan nama samaran bagi korban atau cukup hanya menyebutkan inisial abjad.
Namun dalam diskusi tersebut juga terdapat beberapa catatan penting terkait dengan pemberitaan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, yaitu rilis dari aparat penegak hukum (APH) yang diberikan kepada jurnalis seringkali masih menceritakan kronologis secara lengkap, dan beberapa media seringkali menjadikan materi pemberitaan tanpa melalui proses editing yang berperspektif inklusif. Hal ini juga menjadi masukan dari jurnalis yang menjadi peserta kepada LRC agar Program INKLUSI dapat menyasar bagian humas APH.
Menanggapi hal tersebut, Baiq Titis Yulianty selaku Koordinator Program INKLUSI-LRC mengungkapkan bahwa didalam berbagai pertemuan yang melibatkan pihak APH selalu menekankan pentingnya perspektif GEDSI dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Berbagai masukan tersebut sangat penting untuk kami sikapi ke depannya mengingat tidak semua personil APH memiliki perspektif GEDSI, contohnya adalah bagian humas yang menjadi sorotan teman-teman media”, ujar Baiq Titis Yulianty. Selaku Koordinator Program INKLUSI-LRC, Titis juga mengapresiasi bahwa kegiatan Penguatan Kapasitas Forum Media dan Jurnalis Lombok Timur dapat berjalan efektif, karena banyak sekali informasi-informasi yang diperoleh, terutama dalam kasus kekerasan perempuan dan anak yang terjadi di Lombok Timur.
“Ke depannya keberadaan forum media dan jurnalis ini dapat menghasilkan suatu produk pengetahuan terkait dengan pedoman jurnalistik yang inklusif namun dalam konteks lokal”, harap Titis. Setiap media memiliki karakter dan pendekatan yang berbeda dalam peliputan, terutama terkait isu-isu sosial yang terjadi di Lombok Timur. Untuk itu, dengan adanya kegiatan ini terdapat tiga hal utama yang perlu diperhatikan dalam pemberitaan yakni: kode etik jurnalistik, pedoman peliputan, dan perspektif media.
Keberadaan Forum Media dan Jurnalis ini menjadi kolaborasi penting bagi LRC dalam menyuarakan isu-isu inklusivitas di Lombok Timur. Harapannya adalah kampanye tentang isu inklusivitas dapat dikemas agar mudah dimengerti dan disebarkan oleh masyarakat sebagai pembaca berita. Pemberitaan yang berperspektif GEDSI menjadi nilai tawar dalam kolaborasi liputan.