Melalui Program INKLUSI, LRC Mendorong Terwujudnya Pembangunan Ekonomi Inklusif Di Lombok Timur

Munculnya masalah sosial kebanyakan karena faktor ekonomi, ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, papan, maupun pendidikan dapat mendorong terjadinya masalah sosial di lingkungan. Kondisi ekonomi dalam rumah tangga adalah hal yang sangat perlu diperhatikan, hal ini dikarenakan suatu aspek penting untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Segala kebutuhan bisa terpenuhi karena adanya penghasilan, namun hal ini menjadi buruk ketika perekonomian dalam keluarga tidak stabil. Salah satu peristiwa yang sering terjadi akhir-akhir ini akibat faktor ekonomi adalah Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan juga kekerasan seksual pada wanita dan anak.
Atas dasar hal tersebut maka, Lombok Research Center (LRC) dalam implementasi Program INKLUSI di Kabupaten Lombok Timur pada tahun ini akan fokus melakukan proses pemberdayaan ekonomi masyarakat sebagai salah satu upaya pencegahan kasus kekerasan. Pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal menjadi salah satu pilihan untuk mewujudkan hal tersebut.
Untuk itu, pada Jumat (01/03/2024), Lombok Research Center (LRC) kembali melaksanakan penguatan kapasitas Kelompok Kosntituen (KK) dalam kegiatan “Pembentukan dan Penguatan Unit Usaha Untuk Pemberdayaan Ekonomi Tingkat Desa di Kabupaten Lombok Timur”. Kegiatan ini berlangsung di Lesehan “Elen”, Selong, Lombok Timur dan diikuti oleh perwakilan dari pengurus dan anggota Kelompok Kosntituen (KK) yang terdapat di 15 desa dampingan Lombok Research Center (LRC) pada Program INKLUSI di Lombok Timur. Kegiatan ini juga merupakan lanjutan dari kegitan serupa yang telah dilaksanakan di akhir Februari 2024 yang lalu.
Hadir sebagai narasumber pada kegiatan tersebut adalah Sukardiawan., ST., MT. (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu), M. Irwan Khair., SE (Dinas Koperasi dan UMKM), dan Baiq Emi Yumaida, SE. (Dinas Perdagangan). Adapun materi-materi yang disampaikan oleh para narasumber adalah terkait dengan proses perizinan usaha, kemudian terkait dengan manajemen usaha, serta potensi pasar yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Mengawali sambutan dalam kegiatan pada hari itu, Suherman sebagai Direktur Lombok Research Center (LRC) menyampaikan bahwa pengembangan ekonomi masyarakat berbasis potensi lokal sangat diperlukan, mengingat saat ini paradigma pembangunan desa telah berubah. Dimana pada awalnya desa menjadi objek pembangunan namun, saat ini desa juga menjadi subjek dari pembangunan itu sendiri. Artinya, desa diberikan kewenangan untuk mengatur pembangunannya secara mandiri.
“Terlebih Lombok Timur saat ini menjadi kabupaten urutan kedua di Indonesia setelah Kabupaten Indramayu sebagai penyumbang PMI terbanyak (BP2MI, 2023), yaitu sebanyak 13.111 orang. Keberadaan pekerja migran ini juga bisa menimbulkan potensi kekerasan bagi mereka yang bekerja di luar sana. Harapannya, dengan memaksimalkan potensi desa sebagai modal usaha, akan membuka peluang usaha bagi banyak orang, sehingga dapat mengurangi jumlah masyarakat Lombok Timur yang ingin menjadi PMI”, kata Suherman dalam sambutannya.
Keterlibatan kelompok masyarakat dalam pengembangan ekonomi yang berbasis potensi lokal akan memberikan dampak pada pembangunan ekonomi desa dan upaya pengentasan kemiskinan. Pengembagan ekonomi ini diharapkan bisa menjadi solusi bagi masyarakat di desa dan membuka lapangan pekerjaan yang berimbas pada indeks pembangunan masyarakat dan pembangunan pemerintah. Program INKLUSI ini sudah memasuki tahun ketiga di Lombok Timur dan di tahun 2024 ini Lombok Research Center (LRC) akan fokus melakukan pemberdayaan ekonomi di empat kecamatan yang meliputi 15 desa.
“Lombok Research Center (LRC) pernah melakukan riset terkait kondisi UMKM, dimana terdata di Lotim saat ini ada 800 ribu sekian UMKM. Dengan adanya Program Lotim Berkembang dan program subsidi bunga lainnya dari pemerntah, saat ini UMKM di bidang peternakan saja mencapai 10 ribu. Jadi, kira-kira apa program yang ada dinas-dinas terkait yang bisa diintegrasikan untuk mendorong UMKM di desa, ini juga yang akan kita diskusikan hari ini, Dr. Maharani yang menjadi fasilitator pada kegiatan tersebut.
Mengawali materinya, Sukardiawan dari Dinas Perzinan PMPTSP menyampaikan dengan terbitnya UU  No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kera, saat ini untuk pelaku usaha mikro diberikan kemudahan. Dalam artian dari segi proses, mekanisme, prosedur, tatacara dan persayaratan untuk penerbitan perizinan bisa dilakukan secara mandiri dan lebih dimudahkan bahkan bisa dilakukan tanpa perlu ke kantor Dinas Perizinan. Persayaratannya pun cukup mudah, yakni KTP, email aktif, nomor hp aktif dan NPWP. Pendaftaran bisa langsung dilakukan via laman https://oss.go.id, setelah mendapatkan nomor akun, pelaku usaha bisa masuk dan mengisi formulir untuk penerbitan izin usaha.
Dengan perizinan yang semakin ramah untuk pelaku usaha mikro, hampir 95 persen pelaku usaha di Lombok Timur terdiri dari UMKM. Di tahun 2022, terdapat 1.710 izin usaha yang tebit dan ini meningkat di tahun 2023 sekitar 14.918 izin usaha. Menurut Sukardiawan, peran UMK sangat signifikan terhadap kontribusi perekonomian di tingkat desa maupun kabupaten.
“Di tahun 2022, di Lotim ada sekitar 7,5 trilyun rupiah perputaram modal usaha yang terdaftar di sistem di dalam sistem OSS Lombok Timur dan meningkat menjadi 15,29 trilyun rupiah. Artinya, peran UMKM sangat signifikan bagi pembangunan yang ada di desa yang juga akan berimbas terhadap pembangunan kotakabupaten”, kata Sukardiawan.
Sementara itu, dari Dinas Koperasi, lebih banyak berbicara tentang manajemen usaha, di mana manajeman usaha memiliki fungsi: Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Actuating (Penggerakan untuk bekerja), Controlling (Pengawasan/Pengendalian). Namun yang terpenting setiap usaha harus memiliki kelayakan bisnis yang bersumber dari bahan baku (SDA) dan kemampuan dari para pelaku usaha. Para pelaku usaha juga ditekankan agar mengapresiasi usaha yang dimiliki sebagai entitas baru, yang terpisah dari dirinya.
“Usaha itu adalah mahluk baru atau entitas baru, harus dihargai setiap pengabilan apapun dalam usaha itu harus tercatat, yang kita pakai dari usaha adalah gaji kita bukan dari modal usaha”, kata M. Irwan Khair (Kabid Kelembagaan dan Pengawasan Koperasi Dinas Koperasi Lotim).  UMKM adalah bisnis yang paling tahan banting dan menjadi pertahanan ekonomi khususnya di NTB. Dengan jumlah penduduk paling tinggi di NTB, Lombok Timur tentunya memiliki pengaruh besar erhadap perumbuhan ekonomi mikro dan makro. Oleh sebab itu, ini harus didukung dengan revitalisasi pasar tradisional agar tetap mampu bersaing dengan produk-produk ritel. Begitu juga dari sisi permodalan dan kebijakan pemerintah harus lebih lunak terhadap pelaku usaha mikro.
“Pasalnya syarat masuk ke ritel-ritel ini cukup berat, kalau produk UMKM tidak mampu bersaing tentu akan tergerus dengan produk luar negeri, sehingga kita perlu mendorong pelaku usaha terus melakukan inovasi”, kata Baiq Emi Yumaida, SE dari Dinas Perdagangan Lotim.
Pada dasarnya, pemerintah daerah telah berupaya menjaga iklim yang baik bagi pelaku usaha, sehingga perlu banyak sekali kegiatan yang akan dilakukan ke depan terkait dengan kolaborasi dengan tigas dinas terkait. LRC di tahun 2021-2022 membatu pemerintah daerah Lombok Timur untuk menigkatkan PAD dari sektor pasar, dari penelitian tersebut, dari tahun 2000 ke bawah konsumen yang mendekati pasar, dan sekarang sebaliknya pasar yang harus mendekati konsumen, sehingga kita perlukan trobosan kongkret dari dinas perdagangan, dinas koperasi, dinas perizinan untuk meningkatkan geliat usaha mikro.
“Kami melakukan riset tahun 2022 di Dinas PMD memiliki target pembangunan di Lombok Timur untuk peningkatan ekonomi dan UMKM. Tetapi, ketika dibedah di tiga dinas itu, Dinas Koperasi di tahun itu dianggarkan cuma 1,6 milyar rupiah, dimana 10 milyar rupiah di Dinas Perizinan dan di Dinas Perdagangan ada 1 milyar rupiah. Apa yang bisa dikelola dengan anggaran yang kurang dari 20 milyar rupiah untuk mendorong perekonomian? Kita ingin dorong perekomian tapi tidak kongkret di anggaran, ini juga harus menjadi perhatian stakeholder tidak hanya eksekutif namun legislatif”, kata Dr. Maharani sebelum berakhirnya kegiatan.
 
Bq. Diat*