Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) merupakan pajak yang dikenakan pada kegiatan eksploitasi atau pengambilan sumber daya mineral non-logam dan batuan di suatu daerah/wilayah. Bagi setiap pemerintah daerah di Indonesia, penerimaan dari pajak MBLB ini sangat penting sebagai salah satu kontributor pada struktur pendapatan asli daerah, karena sebagian besar sumber daya mineral yang ada di Indonesia merupakan mineral bukan logam dan batuan.
Undang-Undang (UU) tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur kewenangan pemberian izin usaha pertambangan MBLB yang merupakan kewenangan provinsi. Sementara UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur kewenangan pemungutan pajak daerah, dimana pemungutan Pajak MBLB adalah kewenangan kabupaten/kota. Dengan demikian, walaupun perizinan usaha pertambangan MBLB diterbitkan oleh provinsi, pemungutan pajaknya tetap kewenangan kabupaten/kota.
Kabupaten Lombok Timur memiliki banyak potensi sumber daya alam, termasuk adalah sumber daya mineral bukan logam dan batuan. Menurut data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), pada tahun 2021 terdapat 85 lokasi bahan galian batuan. Selain itu, Jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IPR) di Kabupaten Lombok Timur pada 2021 menjadi yang paling banyak, yaitu sebanyak 95 IUP dan IPR dengan total luas lahan 1.433 Ha. Sedangkan untuk tahun 2020, jumlah IUP dan IPR lebih banyak lagi, yaitu 124 dengan luas lahan mencapai 1.461 Ha. Data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH), terdapat 125 perusahaan galian C atau tambang non mineral yang beroperasi pada tahun 2021. Bahkan dari 125 perusahaan yang ada itu, 86 diantaranya IUP-nya sudah tidak berlaku lagi[1].
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur melihat potensi sumber daya alam ini apabila dimaksimalkan akan menjadi salah satu sumber pendapatan bagi daerah yang cukup potensial. Untuk itu, pemerintah daerah telah menargetkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun 2023 dari Rp.440 miliar pada tahun sebelumnya menjadi Rp.615 miliar, dimana salah satu sumber pendapatan tersebut berasal dari pajak MBLB.
PAD dan Pembangunan Daerah
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DUKCAPIL) Kabupaten Lombok Timur menyebutkan bahwa jumlah penduduk daerah ini pada 2022 berjumlah lebih dari 1,3 juta jiwa dan merupakan daerah dengan jumlah paling banyak diantara 10 daerah kabupaten/kota se-NTB. Dengan jumlah penduduk ini tentunya menuntut pemerintah daerah untuk terus dapat menghadirkan pembangunan di berbagai sektor kehidupan masyarakat. Untuk melaksanakan pembangunan tersebut, pemerintah daerah membutuhkan anggaran yang tidak sedikit sehingga salah satu kebijakan yang harus diambil adalah melalui pemanfaatan potensi daerah untuk dapat menghasilkan pendapatan untuk membiayai pembangunan.
Dengan adanya PAD yang cukup, pemerintah daerah akan dapat membiayai berbagai program dan kegiatan pembangunan, seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi antar wilayah di Kabupaten Lombok Timur. Namun berdasarkan analisis rasio tingkat kemandirian keuangan daerah yang bersumber dari Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LHP LKPD) Kabupaten Lombok Timur periode 2018-2021, rata-rata baru mencapai 15 persen atau sangat rendah. Artinya, tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap anggaran dari pemerintah pusat dan provinsi sangat tinggi dan hal ini juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat Lombok Timur terhadap pembangunan yang masih rendah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan yang sangat penting bagi pemerintah daerah dalam membiayai berbagai program pembangunan di daerahnya. Oleh karena itu, sehingga bagi pemerintah Kabupaten Lombok Timur peran PAD sangat krusial dalam pembangunan daerah. Dengan adanya PAD, pemerintah daerah dapat mengalokasikan dana untuk membiayai berbagai program pembangunan yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
Untuk meningkatkan kemandirian daerah maka, salah satu upaya yang harus ditempuh oleh pemerintah Kabupaten Lombok Timur adalah mengupayakan potensi-potensi daerah untuk dapat memberikan kontribusi yang lebih besar pada pendapatan asli daerah, salah satu upaya tersebut antara lain melalui optimalisasi pajak MBLB. Pemenuhan target PAD melalui MBLB menjadi penting karena potensinya sangat besar. Karena itu, pihaknya telah menyiapkan petugas khusus dari tenaga honorer sebanyak 300 orang dan juga dibackup Satpol PP Lotim[2].
Dampak Tambang MBLB Terhadap Lingkungan Berkelanjutan
Kabupaten Lombok Timur memiliki sumber daya alam yang melimpah dimana, kekayaan sumber daya alam tersebut harus dapat dikelola dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran penduduknya. Salah satu kekayaan sumber daya alam tersebut diantaranya adalah berupa bahan mineral bukan logam dan batuan. Tidak heran apabila daerah ini juga menjadi daerah dengan jumlah lokasi tambang MBLB paling banyak di Provinsi NTB.
Namun, sebagai daerah dengan jumlah tambang MBLB paling banyak ternyata tidak menjamin tingginya kontribusi sektor pertambangan ini terhadap pendapatan daerah. Realisasi pajak MBLB pada 2021 yang mencapai Rp13,177,401,370 (59,66%) dari target Rp22,087,291,255. Apabila dibandingkan secara persentase antara target dan realisasi penerimaan pajak MBLB maka, persentase realisasi tahun 2022 lebih rendah dibandingkan dengan persentase capaian realisasi pada 2019 yang mencapai 75,51 persen. Bahkan sampai tanggal 20 Maret 2023, kontribusi pajak MBLB ini baru mencapai Rp2.897.326.640 (4%) dari target sebesar Rp72.359.986.204.Adanya tambang MBLB di Kabupaten Lombok Timur memang memberikan dampak terhadap pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah, namun juga berdampak pada kerusakan lingkungan. Sehingga harus diimbangi dengan perlindungan terhadap ekosistem alam di sekitar wilayah pertambangan seperti pertambangan mineral bukan logam dan batuan di Kabupaten Lombok Timur (pertambangan galian C) yang menghasilkan sirtu dan pasir urug. Namun, pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam upaya meminimalisisr dampak negatif tambang MBLB bagi lingkungan seringkali tidak terimplementasi di lapangan[3].
Memang ada ide yang menyatakan bahwa lokasi bekas tambang MBLB memiliki potensi untuk dijadikan sebagai areal persawahan yang baru karena adanya dukungan dari sistem irigasi yang baik[4]. Namun apa gunanya areal persawahan baru kalau air sumber daya air sudah mengalami pencemaran yang diakibatkan oleh operasional tambang MBLB. Mayoritas lokasi pertambangan MBLB di Lombok Timur menggunakan sistem penambangan terbuka dimana, dibutuhkan upaya reklamasi yang masif ke depannya dan upaya itu tentunya membutuhkan biaya yang sangat mahal, bahkan dapat melebihi dari penerimaan pajak MBLB yang dipungut selama ini.
Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa pertambangan MBLB dapat memiliki dampak merugikan bagi lingkungan dan infrastruktur, antara lain seperti 1) Tambang mineral bukan logam dan batuan dapat mengakibatkan kerusakan pada lingkungan fisik seperti erosi tanah, penurunan kualitas air, kehilangan habitat satwa liar dan keanekaragaman hayati. Proses penambangan juga dapat menghasilkan gas beracun dan limbah yang berbahaya bagi lingkungan; 2) Dampak terhadap kesehatan manusia. Penambangan mineral bukan logam dan batuan dapat menghasilkan partikel debu yang berbahaya bagi kesehatan manusia, seperti asbes dan silika. Selain itu, tambang dapat menghasilkan gas beracun seperti merkuri dan arsenik yang dapat menyebabkan kerusakan kesehatan jangka panjang pada manusia; 3) Infrastruktur. Penambangan mineral bukan logam dan batuan dapat merusak jalan, jembatan dan pipa bawah tanah. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada transportasi dan infrastruktur dasar lainnya; dan 4) Sosial-ekonomi: Tambang mineral bukan logam dan batuan dapat memiliki dampak sosial-ekonomi yang signifikan pada masyarakat setempat. Misalnya, penduduk setempat dapat kehilangan akses ke sumber daya alam, mengalami gangguan pada kegiatan pertanian, kehilangan lahan dan sumber mata pencaharian.
Untuk memulihkan lingkungan yang rusak akibat aktivitas tambang MBLB akan membutuhkan biaya yang sangat besar dan jangka waktu yang lama dimana, proses pemulihan itu dapat berupa penggantian tanah, rehabilitasi habitat, perbaikan jalan, dan pemulihan kualitas air. Sehingga, selain memaksimalkan potensi pajak MBLB, pemerintah Kabupaten Lombok Timur juga perlu terus meningkatkan upaya-upaya evaluasi dampak lingkungan yang komprehensif dan mengambil langkah-langkah pengendalian yang nyata dalam upaya meminimalkan dampak negatif tambang MBLB terhadap lingkungan dan infrastruktur.
[1]https://www.ampenannews.com/2022/08/sebanyak-86-perusahaan-tambang-galian-c-di-lotim-izinnya-sudah-tak-berlaku.html
[2]https://lombokpost.jawapos.com/selong/15/02/2023/ada-ratusan-tambang-galian-c-ilegal-pemkab-lotim-gigit-jari-soal-pajak/
[3] https://barbareto.com/bupati-lotim-paparkan-dampak-buruk-tambang-galian-c/
[4]https://lombokpost.jawapos.com/selong/24/06/2022/eks-tambang-lahan-galian-c-di-lotim-diharapkan-bisa-jadi-lahan-produktif/