Dalam lingkungan organisasi nirlaba saat ini yang sangat kompetitif dan terus berubah, banyaknya program yang dijalankan bukanlah menjadi suatu ukuran mutlak namun, seberapa kuat fondasi kelembagaan dalam mengelola, beradaptasi, dan berinovasi juga sangat penting untuk mendapat perhatian.
Suatu organisasi yang mampu bertahan di tengah perubahan sosial dan kebijakan publik yang berlangsung cepat, merupakan organisasi yang mampu untuk mengenal dirinya dengan baik—mengetahui keunggulan, tantangan, serta arah pengembangannya. Di sinilah pentingnya untuk melakukan Pengukuran Kapasitas Organisasi atau Organization Capacity Asessment (OCA) untuk dijadikan sebagai media atau sarana refleksi dan penguatan kelembagaan.
Melalui pengukuran kapasitas organisasi maka, suatu organisasi/lembaga dapat menilai kemampuan fungsional, teknikal, dan apakah sudah siap untuk melakukan transformasional, serta merumuskan langkah-langkah strategis untuk tumbuh secara berkelanjutan di tengah persaingan organisasi yang semakin ketat.
Bagi Lombok Research Center (LRC)—suatu organisasi nirlaba yang fokus pada riset dan pemberdayaan masyarakat, proses proses pengukuran kapasitas organisasi menjadi sangat penting sejak berdiri pada tahun 2009. Dengan berbagai produk pengetahuan yang telah dihasilkan serta berbagai program penguatan masyarakat yang dijalankannya, saat ini LRC memilik peran strategis. Namun, untuk memastikan dampak dari berbagai aktivitas program yang dijalankan memiliki dampak berkelanjutan maka, LRC juga perlu untuk dapat memastikan kelembagaan internalnya kuat dan adaptif.
Karena itu, Lokakarya Pengukuran Kapasitas Organisasi yang diberikan oleh Yayasan BaKTI kepada LRC melalui dukungan Program INKLUSI pada 11-13 November 2025 yang lalu, menjadi tonggak penting untuk meneguhkan kembali kapasitas dan arah kelembagaan LRC menuju masa depan yang lebih tangguh dan berdaya saing untuk mewujudkan visi lembaga, yaitu Mendorong Kebijakan Berbasis Pengetahuan.

Lokakarya OCA: Tiga Hari Belajar, Berefleksi, dan Berbenah
Kegiatan lokakarya yang dilaksanakan di Aula Al-Bahra, Selong, Kabupaten Lombok Timur memiliki tujuan utama, yaitu untuk mengukur kapasitas organisasi dan menyusun pengembangan kelembagaan yang berkelanjutan. Kegiatan yang difokuskan pada pengukuran kapasitas serta penyusunan rencana pengembangan kelembagaan LRC untuk jangka panjang difasilitas oleh Yayasan BaKTI dengan menghadirkan tiga fasilitator yang berpengalaman, yaitu Santy Reza Rieuwpassa, Ghufran K. Kordi, dan Ichsan Djunaid.
Direktur Yayasan BaKTI, Muhammad Yusran Laitupa yang berkesempatan hadir sekaligus memberikan sambutan, menegaskan bahwa kegiatan lokakarya OCA ini sebagai tanggung jawab Yayasan BaKTI untuk memperkuat lembaga atau organisasi mitranya dalam Program INKLUSI. Selain itu, Direktur Yayasan BaKTI juga memberikan penekanan terhadap fungsi dari organisasi masyarakat sipil (OMS), yaitu untuk mengisi ruang kosong dari mandat yang dijalankan oleh pemerintah.
“OMS jangan pernah sekali berpikir untuk mengganti peran pemerintah namun, adanya ruang kosong diantara kebijakan dan realita yang harus OMS jembatani untuk memastikan keberlanjutan”, ujar M. Yusran Laitupa.
Hari Pertama: Refleksi Awal dan Pemetaan Kapasitas
Sebelum pelaksanaan kegiatan lokakarya pengukuran kapasitas organisasi, terlebih dahulu telah dilakukan proses pra-asesmen yang dilakukan oleh semua staf LRC melalui form digital atau link pengisian yang diberikan oleh Yayasan BaKTI. Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesenjangan kapasitas LRC secara objektif, baik secara individu maupun secara kelembagaan dimana, hasil ini menjadi landasan untuk melakukan perencanaan strategis yang terarah.

Namun, hasil penilaian pada tahap pra asesmen ini tentu masih bersifat rentan bias dan subjektif. Sehingga perlu untuk dilakukan proses kalibrasi untuk mendalami, memvalidasi, dan menyelaraskan skor penilaian yang telah diraih. “Harapannya semua staf LRC memiliki pemahaman kolektif dan komitmen terhadap kondisi LRC yang sebenarnya”, jelas ibu Santy Reza Rieuwpassa, menerangkan maksud dari sesi Kalibrasi Hasil Pra Asesmen yang dilakukan Yayasan BaKTI kepada Lombok Research Center (LRC).
Tujuan utama dari sesi ini adalah untuk membantu seluruh peserta mendapatkan pemahaman yang jelas dan terpadu mengenai kondisi organisasi LRC saat ini. Melalui presentasi yang terstruktur, hasil penilaian mandiri yang telah dikumpulkan dikaji ulang, memastikan setiap orang memiliki gambaran yang sama mengenai kekuatan dan area yang memerlukan perbaikan.
“Hasil kalibrasi inilah yang kemudian akan kita gunakan untuk menentukan dan memetakan Focal Concern Kapasitas Teknikal dan Fungsional (seperti tata kelola, keuangan, dan kemitraan strategis) sebagai prioritas aksi pengembangan kapasitas ke depan”, sambung ibu Reza.
Proses kalibrasi pra-asesmen ini melibatkan diskusi mendalam mengenai hasil penilaian mandiri yang dilakukan oleh staf LRC. Diskusi terfokus pada beberapa aspek krusial yang menentukan kesehatan dan efektivitas LRC sebagai sebuah organisasi. Aspek-aspek tersebut meliputi orientasi organisasi, yang menyangkut visi dan misi; tata kepengurusan; dan manajemen organisasi secara umum. Pengkajian ini memberikan dasar faktual untuk setiap langkah pengembangan kapasitas di masa mendatang.
Selain aspek tata kelola, kalibrasi ini juga menyoroti bagaimana LRC menjalankan tugas intinya, yang tercermin dalam hasil evaluasi manajemen program. Efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program menjadi tolok ukur penting. Lebih lanjut, keberlanjutan organisasi menjadi subjek diskusi kritis. Aspek keberlanjutan dan kinerja organisasi secara keseluruhan dinilai untuk memastikan bahwa upaya dan sumber daya yang ada tidak hanya menghasilkan dampak jangka pendek, tetapi juga menjamin eksistensi dan relevansi LRC di masa depan.
Capaian LRC dalam hal kapasitas teknikal dan kapasitas fungsional menjadi suatu pengakuan terhadap upaya-upaya penguatan internal yang dilakukan oleh LRC selama ini. Beberapa masukan dari fasilitator juga penting untuk menjadi catatan LRC secara kelembagaan dimana, diperlukan perluasan paradigma manajemen organisasi agar tidak hanya mengandalkan pendekatan yang hanya sebatas proyek yang outputnya adalah proposal kepada donor.
Hal yang paling penting bukan terletak pada performance organisasi melainkan dampak dari organisasi. Untuk itu, desain LRC ke depan bukan hanya menjadi organisasi yang memiliki kantor namun, LRC menjadi sebuah gerakkan yang sejalan dengan visi besarnya yaitu mendorong kebijakan berbasis pengetahuan.
Berdasarkan hasil diskusi pada sesi kalibrasi pra asesmen, fasilitator menyimpulkan bahwa LRC sebagai sebuah organisasi nirlaba sudah memiliki fondasi kuat, terutama untuk kapasitas dasar/teknikal serta kapasitas fungsional. Namun, kapasitas-kapasitas tersebut harus lebih ditingkatkan dan dikuatkan kembali, mengingat persaingan organisasi masyarakat sipil yang semakin ketat. Hal ini penting untuk dilakukan untuk memperkuat kapasitas transformasional LRC di masa yang akan datang. Artinya penguatan LRC sebagai sebuah organisasi menjadi faktor penting dalam keberlanjutan organisasi.

Hari Kedua: Menyelami Dimensi Transformatif
Kemampuan organisasi untuk mengatasi dan beradaptasi dengan berbagai situasi, baik secara internal maupun eksternal sangatlah penting. Selain itu, organisasi yang mapan mampu untuk mengelola berbagai informasi dan mengolahnya menjadi suatu inovasi dalam menunjang kerja-kerja program. Namun, yang penting juga organisasi harus dapat mengidentifikasi aktor dan/atau stakeholder untuk memperkuat upaya-upaya menuju terwujudnya cita-cita organisasi. Untuk itu kolaborasi dan komunikasi dengan multi-pihak mutlak untuk terus dibangun dan diperkuat.
Dalam sesi hari kedua, fasilitator mengajak peserta untuk menemukan akar masalah dan faktor penghambat perkembangan Lombok Research Center (LRC) di masa depan. Peserta diberikan alat peraga atau Analisis “Triple Why”.

Fasilitator kemudian mengajak semua staf LRC untuk mendiskusikan dan menentukan tiga focal concern yang diprediksi akan menjadi faktor penghambat bagi LRC untuk menuju kapasitas transformasional. Dari tiga focal concern yang berhasil diidentifikasi, kemudian dipertegas dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan lanjutan (triple whay) yang bersifat provokatif dalam upaya mendorong LRC berinovasi.
Dalam sesi ini, semua staf LRC yang dibagi menjadi dua kelompok diberikan kesempatan untuk melakukan diskusi yang bertujuan untuk mengeksplorasi akar masalah organisasi, kemudian bersama-sama merumuskan atau mendesain mimpi besar LRC serta menggali inovasi-inovasi baru.
Dibutuhkan keterbukaan dan partisipasi merata di seluruh tim LRC, sehingga dalam proses diskusi tersebut tidak dapat berjalan dengan mudah. Kesenjangan atau gap yang ada di internal staf LRC berdampak pada kapasitas dan sudut pandang yang berbeda, sehingga waktu untuk melakukan diskusi membutuhkan waktu yang panjang agar dicapai suatu kesepakatan.
“Dari aspek programatik, kecemasan itu baik karena untuk memastikan semua agenda program berjalan dengan baik”, ujar Direktur Yayasan BaKTI memberikan masukan karena melihat dalam diskusi hari kedua, ditemukan adanya kecemasan staf LRC terhadap keberlanjutan dari program-program yang dijalankan apakah sesuai dengan yang diharapkan. Sekali lagi, bahwa jangan pernah organisasi masyarakat sipil bermetafora menggantikan peran pemerintah. CSO harus menjadi perekat atau penghubung komunikasi antara pengetahuan dan kebijakan yang selama ini masih kosong.
Hari Ketiga: Merancang Masa Depan
Pada hari ketiga, sesi lokakarya masih dilanjutkan untuk mengidentifikasi focal concern melalui tools Square Wheels (SW), yaitu suatu alat pengukuran yang bertujuan utnuk dapat menemukan strategi keberlanjutan yang transformatif. Dalam pendekatan diskusi ini, fasilitator menggunakan pendekatan meraforik dimana, semua tim LRC melihat media gambar “gerobak dengan roda segi empat”. Gambar ini diibaratkan sebagai organisasi LRC dan semua tim LRC diharuskan dapat menginterpretasikan gambar tersebut untuk mencari “sesuatu permasalahan” yang selama ini belum dapat dijawab oleh organisasi.
Fasilitator mengarahkan kerangka berpikir tim LRC agar dapat melihat organisasi sebagai sistem yang adaptif dan kompleks. Artinya organisasi dianggap sebagai makhluk hidup, instrumen pengukuran yang digunakan menyesuaikan dengan perspektif tersebut, yakni alat bantu visual, story felling dan belajar dari pengalaman.
Setelah tim LRC melakukan diskusi untuk menemukan apa saja yang menjadi penghambat pada metafora gambar gerobak, tim LRC yang dibagi menjadi dua kelompok kemudian melakukan analisis yang kemudian dilanjutkan dengan mepresentasikan hasil temuan dalam gambar gerobak tersebut.
Selanjutnya dari hasil temuan-temuan tersebut, diskusi berikutnya adalah menentukan prioritas apa saja kebutuhan mendesak yang harus dilakukan oleh LRC untuk dilakukan penguatan dalam upaya menuju kapasitas transformasional. Apa saja kebutuhan penting namun belum mendesak untuk dilakukan, bahkan sampai hambatan dan tantangan yang tidak penting dan mendesak sehingga dapat diabaikan untuk dilakukan penguatan. Semua itu menjadi bagian dari diskusi pada hari ketiga.
Hari ketiga ini menjadi puncak lokakarya. Peserta yang berasal dari tim LRC diharuskan untuk menyusun Organizational Development (OD) Plan dan Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang konkret dan terukur. Rencana ini mencakup penguatan tata kelola internal, pengembangan SDM, serta strategi pendanaan berkelanjutan. Peserta yang berasal dari rim Lombok Research Center (LRC) diberikan potongan-potongan gambar atau ilustrasi yang bertujuan untuk semua tim LRC dapat menggambarkan kondisi ideal dimana, dalam potongan-potongan gambar tersebut memberkan penjelasan visi organisasi dan memastikan visi tersebut dapat diwujudkan melalui identifikasi siapa saja ekosistem yang dapat memberikan dukungan dalam mewujudkan visi tersebut.
Kegiatan ditutup dengan refleksi dan evaluasi oleh Wakil Direktur Yayasan BaKTI, Zusanna Gosal, yang menegaskan bahwa OCA bukan sekadar asesmen administratif, tetapi proses membangun kesadaran kolektif. “Keberlanjutan tidak datang dengan sendirinya; ia tumbuh dari kemampuan organisasi untuk terus belajar dan beradaptasi”, ujarnya dalam penutupan kegiatan.
Dari Evaluasi ke Transformasi
Hasil OCA menjadi bahan refleksi yang berharga bagi LRC. Dengan peta jalan baru yang lebih terarah, lembaga ini siap memperkuat tata kelola, memperluas jejaring kerja sama, dan meningkatkan daya adaptasi terhadap perubahan kebijakan.
Proses tiga hari ini menjadi bukti bahwa penguatan kapasitas bukan sekadar pelatihan, melainkan perjalanan menuju transformasi kelembagaan. Setiap sesi, diskusi, dan refleksi membuka ruang baru bagi tim LRC untuk belajar tentang kolaborasi, kepemimpinan, dan inovasi sosial.
*Herman Rakha: Peneliti LRC

