Melalui Kelompok Konstituen, LRC Bantu Wujudkan Desa Ramah Perempuan dan Anak di Lombok Timur

Salah satu indikasi kabupaten inklusif adalah nol kasus kekerasan, hal ini selalu disampaikan oleh Pj. Bupati Lombok Timur, Drs. Juani Taofik di beberapa kesempatan. Lombok Timur kini menargetkan nol kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun tentu saja target yang besar harus dicapai melalui sinergi yang kuat dengan berbagai pihak.  Untuk itu, Lombok Research Center (LRC) dalam implementasi Program INKLUSI hadir sebagai mitra pemerintah dalam membantu penghapusan kekerasan di tingkat daerah. LRC telah membentuk Kelompok Konstituen di 15 desa yang menjalankan fungsi pendampingan kasus dan pelayanan perlindungan sosial.
Demikian disampaikan oleh Direktur LRC, Suherman dalam agenda “Pertemuan Penguatan Kelompok Konstituen Untuk Penerimaan Pengaduan, Penyediaan Layanan Komunitas, Advokasi Kebijakan dan Partisipasi Politik Tingkat Desa di Lombok Timur”. Agenda tersebut dilaksanakan di Desa Aikmel Utara, Kec. Aikmel, Lombok Timur yang dihadiri oleh Kepala Desa, staf desa, BPD, dan tokoh masyarakat lainnya pada Kamis, 7 Maret 2024.
Salah satu tujuan dibentuknya KK adalah untuk membantu mencegah kasus kekerasan dan membantu masyarakat mengakses layanan pengaduan. Di dalam KK terdapat layanan berbasis komunitas (LBK) yang bisa digunakan masyarakat sebagai layanan pengaduan. Melalui perantara KK, kasus-kasus yang masuk akan lebih mudah diakomodir ke UPTD PPA atau Unit PPA Polres.
“Kami berpatokan pada layanan berbasis komunitas yang akan memudahkan mekanisme pelaporan. Kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan kelompok konstituen dalam menghadapi kasus-kasus di masyarakat, khususnya kekerasan”, kata Suherman dalam sambutannya.
Mekanisme pelaporan yag mudah diakses akan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan. Hal ini dinilai lebih efektif dari sisi waktu dan biaya oleh Kepala Desa Aikmel Utara, Muhtasar Ayudi yang juga berkesempatan membuka acara tersebut. Menurutnya, selama ini banyak kasus kekerasan yang terjadi namun masyarakat enggan untuk melapor karena mekanisme yang terlalu njlimet (berbelit-belit), apalagi bagi masyaraat di daerah yang jauh dari akses pelayanan.
“Dengan adanya KK di Desa Aikmel Timur, ini memberikan manfaat besar terhadap korban-korban kekerasan atau masyarakat rentan yang membutuhkan jaminan sosial. Ini tentunya akan lebih efisien dan tidak menghabiskan banyak biaya”, kata Muhtasar Ayudi.
Seiring dengan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan kolaborasi multipihak akan membentuk kekuatan yang besar dalam mencegah kekerasan. Sebagaimana diklaim oleh Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan DP3AKB, Ibu Fathiyah sekaligus narasumber dalam pertemuan tersebut. Apalagi, Lombok Timur sudah memiliki, sejumlah aturan mulai dari perda tentang penghormatan dan perlindungan terhadap kelompok rentan (Perda Nomor 5 Tahun 2023), perbup tentang pedoman layanan korban kekerasan perempuan dan anak serta perdes pencegahan perkawinan anak di tiap desa/kelurahan di Lombok Timur. Jika benar-benar diimplementasikan tentu penghapusan kekerasan bukan hal yang mustahil dilakukan.
“Jadi, inilah tugas desa-desa sekarang yakni untuk mensosialisasikan aturan tersebut. Bahwa kita sudah punya perda yang melindungi perempuan dan anak, sudah ada aturan yang mencegah perkawinan usia anak. Sosialisasi tidak mesti pertemuan seperti ini, berdayakan masjid, pengajian dan sekolah-sekolah untuk menyampaikan materi tersebut”, kata Ibu Fathiyah.
Lain halnya dengan Lalu Muhammad Isaneni, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial sekaligus narasumber yang berbicara tentang perlindungan sosial. Ia menyinggung soal target pemda mencapai 98% Universal Health Coverage (UHC). Berdasarkan data BPJS Kesehatan progres pencapaian UHC Lombok Timur ada di angka 95,93% dengan jumlah keaktifan peserta sebesar 71,67%. Melansir dari website Pemda Lotim, pemda berkomitmen akan mengalokasikan Rp60 milyar dari APBD di tahun 2024 untuk meningkatkan kepesertaan BPJS.
“Saat ini pemda menargetkan 98 persen UHC, yang tercover BPJS-PBI itu sebanyak 600 ribu peserta, sementara itu 700 ribu peserta BPJS ditanggung oleh swasta dan mandiri. Sisanya ini nanti yang diupayakan anggarannya dari APBD”, kata Lalu M. Isaneni sebelum kegiatan berakhir.
 
Bq. Diat*