MENGIKIS PATRIARKI DENGAN INKLUSIF

Oleh: Triati*
 
Ditengah budaya patriarki yang masih berkembang dalam kehidupan masyarakat, ternyata telah banyak sosok perempuan yang menjadi sumber inspirasi dalam upaya pengikis prisnsip tersbut, meskipun secara perlahan.
Hal ini tentunya memperlihatkan bahwa kekuatan dan ketangguhan tidak hanya terbatas pada satu jenis kelamin saja. kisah-kisah inspiratif tersebut tentunya juga mengilhami perempuan-perempuan lainnya untuk berjuang, tumbuh, dan meraih potensi maksimal dalam kehidupan. Kisah-kisah perempuan tangguh seperti ini menjadi landasan kuat dalam mendorong perubahan positif dan kesetaraan gender.
 
Perempuan Tangguh Dari Desa Teros
Rahima, seorang perempuan dengan dua orang anak yang berasal dari Desa Teros, Kabupaten Lombok Timur dapat dikatakan sebagai satu dari sekian banyak perempuan-perempuan lainnya di dunia yang menjadi inspirasi dalam mendorong perubahan positif dan kesetaraan gender.
Baginya budaya patriarki yang menempatkan laki-laki sebagai individu yang mendominasi dan menempatkan perempuan dalam situasi yang tidak diperhitungkan atau kurang dihargai harus diupayakan untuk dihilangkan, walupun itu dilakukan secara perlahan-lahan. Meskipun pada awalnya, Rahima kurang memahami tentang prinsip patriarki ini namun, setelah keterlibatannya sebagai ketua Kelompok Konstituen (KK) yang ada di desanya, pemahamannya tentang ksetaraan dan keadilan gender semakin meningkat dan menjadi penambah semangat untuk melakukan upaya perubahan, meskipun dilakukan secara perlahan.
Perubahan yang dialami oleh Rahima diawali pada saat Lombok Research Center (LRC) memfasilitasi pembentukan Kelompok Konstituen (KK) “Al-Abror” Desa Teros dalam implementasi Program INKLUSI di Lombok Timur. Ini kemudian yang membawa Rahima memiliki banyak aktivitas di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan dan tidak hanya sekedar waktunya tersita untuk mengurus rumah tangga saja.
Aktivitasnya sebagai ketua dari KK “Al-Abror” Desa Teros saat ini memang sangat terbantu dengan keaktifannya di berbagai kegiatan perkumpulan yang telah diikuti sebelumnya seperti, sebagai seorang kader desa. Hal tersebut tentunya memudahkannya dalam mengimplementasikan berbagai pengetahuan yang diperoleh dari Lombok Research Center (LRC) melalui Program INKLUSI.
“Keaktifan ibu Rahima dalam membantu menyelesaikan berbagai persoalan sosial yang terjadi di tengah masyarakat Desa Teros, harus kami akui telah banyak meringankan kerja pemerintah desa”, ungkap Kepala Desa Teros. Hal ini tentunya sejalan dengan apa yang sudah Rahima lakukan bersama dengan pengurus dan anggota KK “Al-Abror” dalam melakukan pendampingan bagi kelompok masyarakat rentan yang ada di Desa Teros untuk mengakses berbagai layanan dan perlindungan sosial dari pemerintah.
 
Komitmen Dalam Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender
Kiprah Rahima sebagai seorang Ketua KK “Al-Abror” tidak hanya sebatas melakukan pendapingan bagi masyarakat rentan untuk mengakses layanan dasar dan layanan perlindungan sosial saja, melainkan telah mengarah pada upaya-upaya pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) dan kekerasan terhadap anak KtA), terutama pada kasus yang terjadi di desanya.
Setiap ada warga masyarakat yang melaporkan kasus-kasus kekerasan tersebut, Rahima melakukan koordinasi dengan pengurus KK “Al-Abror” yang kemudian dilanjutkan dengan pemerintah desa. Bahkan apabila kasusnya tergolong serius, Rahima langsung melakukan pendampingan dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti dengan melakukan pelaporan agar kasusnya segera ditangani.
Salah satu kiprahnya yang sangat inspiratif adalah ketika, di awal 2023 Rahima bersama dengan pengurus KK “Al-Abror” mampu melakukan pencegahan perkawinan anak yang terjadi di Desa Teros. Salah kaprah tentang adat “merariq” yang terdapat dalam masyarakat Sasak di pulau Lombok menjadi tantangan dalam upaya melakukan pencegahan perkawinan anak.
Dalam kasus itu Rahima melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari UPTD PPA Lombok Timur, Polsek Labuhan Haji, dan berbagai pihak lainnya yang kemungkinan akan terlibat dalam kasus itu. Rahima menggunakan berbagai mekanisme pendekatan untuk kedua belah pihak keluarga dari anak yang mau melangsungkan pernikahan.
Selain itu, hadirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi dasar Rahima dalam upaya melakukan pencegahan perkawianan anak yang terjadi di desanya. Hal ini penting untuk dilakukan karena menurut Rahima, belum tersosialisasinya regulasi kebijakan tersebut telah menjadikan banyaknya masyarakat yang tidak memahami hak-hak anak dan konsekuensi hukum dari masyarakat yang terlibat menyetujui perkawianan anak.
“Setiap orang yang terlibat dalam perkawinan anak akan saya laporkan ke polisi untuk dilakukan proses hukum”, ungkap Rahima ketika melakukan pendekatan kepada kedua orang tua dari anak yang akan melakukan pernikahan. Tidak hanya orang tua saja yang akan saya laporkan namun, pihak desa ataupun penghulunya akan saya laporkan, lanjut Rahima menceritakan strategi yang digunakannya.
Bagi Rahima, dalam upaya melakukan pencegahan perkawinan anak memang sesekali dibutuhkan suatu ancaman namun, tentunya ancaman itu harus sesuai dengan regulasi yang ada agar tidak menjadi senjata makan tuan, ungkap Rahima melanjutkan sambil tertawa.
Melalu pendekatan ini beberapa kasus perkawianan anak yang terjadi di Desa Teros mampu untuk dipisahkan. Setelah berhasil mencegah perkawinan anak, langkah selanjutnya tidak berhenti karena Rahima bersama beberapa pengurus dan anggota KK “Al-Abror” Desa Teros melakukan koordinasi dengan UPTD PPA Lombok Timur dan pihak lembaga pendidikan.
 
Pengalaman Rahima Yang Inspiratif
Peran penting Rahima dalam pembangunan di Desa Teros tentunya sangat menginsiprasi bagi perempuan-perempuan lainnya di Indonesia. Dimana, Rahima secara perlahan berusaha mengikis budaya patriarki yang masih kuat di daerahnya sekaligus juga bagaimana peran perempuan dalam membantu masyarakat rentan di desanya untuk dapat mengakses berbagai bentuk layanan yang menjadi hak masyarakat.
Bagaimana sosok Rahima, selain sebagai ibu rumah tangga namun dapat membagi waktunya untuk dihibahkan dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan di desanya. Selain itu, kemampuan dalam melakukan advokasi untuk pencegahan perkawinan anak dalam situasi dan kondisi salah kapra tentang konsep “merariq” dalam adat etnis Sasak dapat menjadi contoh terhadap upaya-upaya pencegahan perkawinan anak di pulau Lombok.
Untuk itu, Yayasan BaKTI yang merupakan mitra nasional Program INKLUSI memberikan penghargaan kepada Rahima untuk dapat berbagi cerita dalam acara Festival Forum Kawasan Timur Indonesia ke-IX (Festival FKTI IX) tahun 2023 diselenggarakan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pengalaman pertama berbicara di depan banyak orang -orang hebat, dan bertemu dengan banyak orang dari berbagai propinsi,sungguh merupakan hal yang luar biasa “saya seperti sedang bermimpi” ucapnya. Rahima berharap sekecil apapun hal baik jangan pernah diabaikan, tetaplah optimis untuk sebuah perubahan,salam inklusi. (*et*)

*Staf LRC (AP Program INKLUSI)