“Menyongsong Pendidikan Inklusif: Refleksi Hari Disabilitas Internasional di Lombok Timur”

Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif, semua sekolah diwajibkan menerima seluruh peserta didik, termasuk anak-anak dengan disabilitas. Selain itu, sekolah juga diharuskan menyediakan fasilitas tambahan, seperti guru pendamping, akomodasi yang layak (AYL), serta sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan siswa disabilitas.
Meskipun semua sekolah memiliki semangat tinggi untuk menerapkan pendidikan inklusif, tantangan tetap ada, terutama di daerah-daerah tertentu. Salah satunya adalah kurangnya Guru Pembimbing Khusus (GPK). Sebagai contoh, di Kabupaten Lombok Timur, jumlah GPK yang telah mendapatkan pelatihan baru mencapai 44 orang pada tahun 2024.
Jumlah ini tentu masih jauh dari mencukupi, mengingat kebutuhan yang ada. Hingga tahun 2024, terdapat 778 Sekolah Dasar, 1.200 PAUD, dan 285 SMP di Kabupaten Lombok Timur. Berdasarkan survei melalui aplikasi Kobotoolbox yang melibatkan 41 sekolah di Lombok Timur, tercatat ada 1.500 peserta didik dengan hambatan fungsional belajar yang memerlukan pendampingan khusus.
Dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional (HDI), Program INKLUSI-Yayasan BaKTI bekerja sama dengan Lombok Research Center (LRC) dan DIMENSI NTB (www.dimensintb.com) menyelenggarakan acara Talkshow dengan tema “Kesiapan Daerah untuk Pendidikan Inklusif di Kabupaten Lombok Timur”.

Acara Talkshow yang diselenggarakan oleh Lombok Research Center (LRC) bekerjasama dengan DIMENSI NTB dalam rangka Peringatan Hari Disabilitas Internasional yang mengangkat tema “Kesiapan Daerah Untuk Pendidikan Yang Inklusif Di Kabupaten Lombok Timur” pada, Senin (9/12/2024) di Sikur, Lombok Timur.

Acara ini menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, yaitu I Putu Surya Wilyadhi (Fungsional PTP Dikbud Lombok Timur) yang mewakili Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Lombok Timur, H. Muhammad (Kepala SDN 3 Pengkelak Mas), Rahmi Kurniati (Pengawas Dikbud Lombok Timur), Abdul Aziz (Ketua Yayasan Bijanta Education Center). Talkshow berlangsung pada Senin, 9 Desember 2024, di Classic Coffee, Sikur, Lombok Timur.
Dalam diskusi, I Putu Surya Wilyadhi menyampaikan bahwa Kabupaten Lombok Timur masih menghadapi banyak tantangan dalam implementasi pendidikan inklusif. Menurutnya, diperlukan aksi kolaboratif untuk meningkatkan kesadaran, mulai dari masyarakat hingga para pemangku kepentingan. Pendidikan inklusif, katanya, bukan hanya kewajiban, tetapi juga kebutuhan mendesak.
“Pendidikan inklusif adalah kebutuhan yang mendesak. Hal ini memerlukan pencapaian target berupa peningkatan jumlah dan kualitas guru GPK, ruang kelas yang aksesibel bagi anak-anak disabilitas, serta dukungan regulasi dan komitmen pemerintah,” tegasnya.
Sementara itu, H. Muhammad, Kepala SDN 3 Pengkelak Mas, berbagi pengalaman mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Menurutnya, ABK tidak bisa disamakan dengan anak-anak reguler dalam hal proses maupun capaian belajar. “Kesuksesan pendidikan inklusif terwujud ketika kita berhasil menciptakan lingkungan belajar yang nyaman tanpa diskriminasi,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Kita tidak perlu memaksakan ABK untuk membaca, menulis, atau berhitung seperti anak reguler. Jika mereka sudah merasa nyaman bersekolah, berinteraksi dengan teman sebaya, dan berbaur di lingkungan mereka, itu sudah merupakan keberhasilan.”
Rahmi Kurniati, Pengawas Dikbud Lombok Timur, juga menceritakan pengalamannya berkolaborasi dengan NGO dalam mendampingi siswa berkebutuhan khusus. Di SDN 2 Labuhan Haji, tempat ia pernah bertugas, terdapat enam siswa dengan hambatan fungsional. Dua di antaranya berhasil mendapatkan pendampingan khusus melalui kerja sama dengan NGO lokal.
Menurut Rahmi, Kabupaten Lombok Timur sebenarnya sudah memiliki modal besar untuk mewujudkan pendidikan inklusif. “Kekurangan guru GPK bisa disiasati dengan pelatihan berjenjang, di mana guru terlatih membagikan ilmu kepada guru lain. Selain itu, regulasi sudah tersedia, dan banyak NGO siap membantu. Kini, tinggal bagaimana pemerintah, khususnya Dikbud, memimpin orkestrasi di lapangan,” paparnya.
Dari sisi praktisi, Abdul Azis, Ketua Yayasan Bijanta Education Center, menekankan pentingnya meningkatkan kualitas hidup masyarakat, terutama dalam aspek kesehatan, asupan makanan, dan pola asuh anak. Menurutnya, selain pemenuhan hak disabilitas, penguatan sumber daya manusia, edukasi kesehatan, dan pendidikan parenting juga penting dilakukan.
“Edukasi yang kita lakukan hari ini akan menentukan kualitas generasi di masa depan,” tuturnya.
Pendidikan inklusif memberikan kesempatan yang setara kepada semua peserta didik, termasuk ABK, untuk mendapatkan akses belajar tanpa diskriminasi. Selain menciptakan suasana belajar yang adil, pendidikan inklusif juga memberdayakan peserta didik.
Bagi yang ingin menyaksikan talkshow ini secara lengkap, rekaman acara dapat diakses melalui kanal YouTube Dimensi NTB.