PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM UNTUK PERTUMBUHAN EKONOMI NTB

Oleh : Maharani*

Sumber Daya Alam (SDA) merupakan semua hal yang berasal dari alam yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki potensi berupa kawasan hutan yang mencapai 53,18 % dari luas wilayah daratannya.

Posisi strategis sumberdaya hutan tersebut dalam konteks pembangunan daerah memiliki dua fungsi utama, yaitu peran hutan dalam pembangunan ekonomi dan peran hutan dalam pelestarian lingkungan hidup. Kedua peran tersebut harus mempertimbangkan kontribusi sektor kehutanan terhadap pembangunan ekonomi daerah dan masyarakat serta kontribusinya dalam menjaga keseimbangan sistem tata air, tanah dan udara sebagai unsur utama daya dukung lingkungan.

Dalam memanfaatkan sumber daya alam, sebaiknya manusia tidak semua dimanfaatkan. meskipun sumber daya alam ada yang dapat diperbaharui, tetap harus dihemat dalam pemakaiannya. Sumber daya alam dan lingkungan hidup berperan sangat penting dalam mengamankan serta menjamin seluruh kelangsungan pembangunan secara berkelanjutan.

Pola pemanfaatan sumber daya alam seharusnya dapat memberikan akses kepada masyarakat adat dan lokal, bukan terpusat pada beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu. Dengan demikian pola pemanfaatan sumber daya alam harus memberi kesempatan dan peranserta aktif masyarakat adat dan lokal, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.

Kontrol masyarakat dan penegakan supremasi hukum dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang penting, yang menyebabkan hak-hak masyarakat untuk menggunakan dan menikmatinya menjadi terbuka dan mengurangi konflik, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Sistem hukum yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam harus memiliki perspektif keberlanjutan, penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender, dan pemerintahan yang baik (good governance).

Peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan sumber daya alam harus dapat mengurangi tumpang tindih peraturan penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam, dan mewujudkan keselarasan peran antara pusat dan daerah serta antarsektor. Selain itu, peran serta aktif masyarakat dalam memanfaatkan akses dan mengendalikan kontrol terhadap penggunaan sumber daya alam harus lebih optimal karena dapat melindungi hak-hak publik dan hak-hak masyarakat adat.

Dengan memperhatikan permasalahan dan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya: (1) mengelola sumber daya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya; (2) menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari perusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan; (3) mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap; (4) memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal; (5) menerapkan secara efektif penggunaan indikator-indikator untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; (6) memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan konservasi baru di wilayah tertentu; dan (7) mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan lingkungan global.

Arah kebijakan Pemerintah Daerah NTB
Dalam kebijakan tata kelola pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan di NTB telah disusun dalam sebuah buku besar yang disebut Rencana strategis (renstra). Rensta yang dibuat sesuai dengan masa jabatan pasangan Gubernur dan wakil Gubernur Zul-Rohmi yaitu 2018 sampai 2023.

Proses penyusunan renstra ini mengacu Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian Dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.

Selain itu Dalam rangka mewujudkan visi untuk membangun Nusa Tenggara Barat yang gemilang, ditetapkan 6 (enam) misi pembangunan Provinsi NTB Tahun 2018 – 2023. Dari keenam misi tersebut, yang terkait langsung dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan yaitu : a) Misi 4 NTB ASRI DAN LESTARI: Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan; b) Misi 5 NTB ADIL, SEJAHTERA DAN MANDIRI: Penanggulangan Kemiskinan, Mengurangi Kesenjangan, dan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif Bertumpu pada Pertanian, Pariwisata dan Industrialisasi.

Pada Misi 4, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Prov. NTB bertindak sebagai OPD penanggung jawab untuk mewujudkan tujuan dari misi tersebut yaitu Meningkatnya Fungsi Ekologi Lingkungan Hidup dengan indikator tujuannya yaitu meningkatnya Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH). Sedangkan pada Misi 5, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Prov. NTB mendukung OPD lainnya untuk mewujudkan tujuan Meningkatnya Pembangunan Ekonomi yang berkualitas dengan indikatornya yaitu menurunkan angka Gini Ratio.

Memanfaatkan potensi Sumberdaya hutan dan lingkungan hutan secara lestari untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan, dengan indikator kinerja peningkatan kontribusi SDH dan LH terhadap devisa dan PNBP. Komponen pengungkit yang akan ditangani yaitu produksi hasil hutan, baik kayu maupun non kayu (termasuk tumbuhan dan satwa liar) dan eksport.

Melestarikan keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati serta keberadaan SDA sebagai sistem penyangga kehidupan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, dengan indikator kinerja derajat keberfungsian ekosistem meningkat setiap tahun. Kinerja ini merupakan agregasi berbagai penanda (peningkatan populasi spesies terancam punah, peningkatan kawasan ekosistem esensial yang dikelola oleh para pihak, penurunan konsumsi bahan perisak ozon, dan lain-lain).

Arah pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia yaitu menjaga kualitas lingkungan hidup melalui peningkatan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup dan Pemanfaatan potensi sumberdaya hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sejalan dengan Visi Misi yang tertuang dalam RPJMD Tahun 2018-2023 Provinsi NTB, yang kemudian diturunkan lebih lanjut pada Rencana Strategis Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB.

Sebenarnya pemerintah Provinsi NTB telah memiliki komitmen didalam upaya-upaya perlindungan lingkungan demi menekan kerusakan alam. Selain dalam bentuk peraturan daerah (PERDA) Provinsi NTB Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Hutan, komitmen pemerintah daerah juga tertuang dalam berbagai kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan dalam RPJMD NTB 2018-2023. Adapun penjabaran dari kebijakan tersebut masuk dalam berbagai program unggulan seperti, Pembangunan Tata Ruang secara Berkelanjutan, NTB Hijau, NTB Zero Waste, Geopark Dunia, Bank Sampah, dan Taman Asri.

Namun, berbagai program untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan berkelanjutan tersebut tidak didukung oleh kebijakan anggaran yang memadai. Selama kurun waktu 2018-2021, rata-rata alokasi anggaran untuk lingkungan hidup dalam APBD daerah sebesar 1,07 persen. Bahkan untuk tahun 2021 menurut BPS4 (2021), alokasi untuk lingkungan hidup hanya 0,23 persen atau Rp12,436 Miliyar dari total APBD NTB yang mencapai Rp5,5 Triliyun.

Integrasi Ekonomi dalam Pengelolaan Lingkungan NTB
Masalah penting dalam pembangunan ekonomi adalah bagaimana menghadapi trade-off antara pembangunan dengan upaya pelestarian lingkungan (Drews & Bergh, 2017). Pembangunan yang tidak memperhatikan kedua aspek tersebut akan mengakibatkan masalah dikemudian hari. Secara ringkas, pembangunan ekonomi yang semata – mata hanya merujuk kepada sebuah keuntungan tanpa mempertimbangkan keberlangsungan alam dan lingkungan tidak akan membawa dampak negatif bagi alam saja melainkan pada manusia juga.

Pembangunan ekonomi yang berbasis sumber daya alam yang tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan pada akhirnya akan berdampak negatif pada lingkungan itu sendiri, karena pada dasarnya sumber daya alam dan lingkungan memiliki kapasitas daya dukung yang terbatas.

Dengan kata lain, pembangunan ekonomi yang tidak memperhatikan kapasitas sumber daya alam dan lingkungan akan menyebabkan permasalahan pembangunan dikemudian hari. Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sejak sudah lama menjadi perhatian para ahli. Namun istilah keberlajutan (sustainability) sendiri baru muncul beberapa dekade yang lalu, walaupun perhatian terhadap keberlanjutan sudah dimulai sejak Malthus pada tahun 1798 yang mengkhawatirkan ketersedian lahan di Inggris akibat ledakan penduduk yang pesat.

Satu setengah abad kemudian, perhatian terhadap keberlanjutan ini semakin mengental setelah Meadow dan kawan-kawan pada tahun 1972 menerbitkan publikasi yang berjudul The Limit to Growth (Meadowet al.,1972) dalam kesimpulannya, bahwa pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi oleh ketersediaan sumber daya alam. Dengan ketersediaan sumber daya alam yang terbatas, arus barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam tidak akan selalu bisa dilakukan secara terus menerus (on sustainable basis).

Sepuluh tahun terakhir, pembangunan ekonomi di NTB masih bertumpu pada sektor hijau (Pertanian, kehutanan dan perikanan). Sumbangan sektor hijau ini cukup tinggi bagi perekomian NTB. Di sektor pertanian, selain bertumpu pada komiditi jagung, tembakau, hortikultura dan padi, beberapa komoditi perkebunan juga sangat memberikan kontribusi yang cukup nyata.

Ambisi pembangunan pertanian NTB dalam 10 tahun terakhir ini yaitu menargetkan produksi jagung yang sangat pantastis yaitu lebih dari satu juta Ton pertahunnya. Pembangunan pertanian ini diikuti oleh kebijakan pennggaran yang cukup tinggi di sektor ini. peningkatan produksi dengan memaksimalkan pertambahan jumlah areal tanam pun dilakukan.

Kebijakan yang cukup ambisius ini pun bersinggungan dengan sektor kehutanan. Disatu sisi, untuk mengejar produksi dengan jalan memperluas areal tanam mengakibatkan masyarakat atau petani melakukan cocok tanam di areal kawasan hutan. Berdasarkan data dari Lombok Research Center (LRC) kurun waktu 2010 sampai 2018, lebih dari 300.000 Hektar kawasan hutan beralih fungsi menjadi tanaman jagung.

Model tata kelola pembangunan yang masih jalan sendiri-sendiri perlu dievaluasi bersama untuk kepentingan bersama. Di satu sisi, sektor pertanian dalam menjalankan program pembangunannya berhasil, namun disisi lain sektor kehutanan tidak berhasil. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama agar bagaimana menjalankan tata kelola pembangunan yang saling terintegrasi dan saling menguntungkan.

Sebagaimana kita ketahui, konsep pembangunan dewasa ini dilakukan lebih ke arah model pembangunan yang meyakini ekonomi merupakan suatu system dengan lingkungan sebagai subsistemnya. Dalam hal ini yang diutamakan adalah kepentingan lingkungan di letakkan dibawah kepentingan ekonomi, padahal lingkungan merupakan komponen penting dari system ekonomi, karena tanpa lingkungkungan, system ekonomi tidak akan berfungsi. Pembangunan yang terlalu menekankan pada pertumbuhan ekonomi semata, seringkali berbenturan dengan kepentingan masyarakat luas yang menginginkan keadilan dan keberkelanjutan. Kalau sekarang sering terdengar ungkapan “Keseimbangan antara ekonomi, social dan lingkungan sebetulnya itu adalah kompromi politik saja (Majalah Bisnis&CSR Maret 2010).

Pembangunan yang tidak lagi memperdulikan kaedah-kaedah konservasi merupakan pembangunan yang menggunakan landasan filosofi Cartesian world view yang lebih cenderung ke anthropocentric, yaitu menempatkan kepentingan manusia sebagai pertimbangan utama dan satu-satunya dalam pembangunan. Bermula dari pandangan tersebut, kemudian berkembang pendapat bahwa antara pembangunan dan lingkungan adalah sesuatu yang sangat bertentangan. Di satu sisi, lingkungan hidup akan dapat menghambat pembangunan, dan selanjutnya pembangunan akan dapat merusak lingkungan.

Dalam realitasnya bahwa pengutamaan pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan tidak menjamin keberlanjutan pembangunan karena lingkungan hidup menjadi rusak. Bagaimanapun lingkungan hidup adalah yang utama, ia tidak bisa dikorbankan karena ialah yang menjadi dasar seluruh piramida kesejahteraan, dan lingkungan hidup juga merupakan unsur penting dari pertumbuhan ekonomi, karena apabila fungsi lingkungan hidup turun karena pemanfaatan yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan, maka ekonomi akan kehilangan kemampuannya untuk tumbuh.

Dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang baik juga harus didukung lingkungan sebagai system penopang kehidupan yang berfungsi sebagai wadah dari jaringan kehidupan. Setiap pembangunan ekonomi yang dilakukan perlu mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan agar tidak mematikan kehidupan itu sendiri. Jadi dalam hal ini ekonomi adalah subsistem dari lingkungan.

* Penulis merupakan peneliti utama Lombok Research Center