Kelompok Konstituen Sebagai Daya Dukung Upaya Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Di Kabupaten Lombok Timur

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Lombok Timur masih menjadi permasalahan dan menjadi tantangan dalam pembangunan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Simfoni PPA (25/2/23), Kabupaten Lombok Timur masih menempati daerah dengan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak paling banyak diantara 10 daerah kabupaten/kota se-Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), yaitu mencapai 46 kasus atau 35 persen dari 130 total kasus se-NTB. Setahun sebelumnya daerah ini juga mencatat 228 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak atau 23 persen dari 983 kasus yang terjadi se-NTB.

Sedangkan berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Lombok Timur, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tahun 2022 mencapai 227 kasus. Jumlah kasus kekerasan ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 541 kasus. Situasi dan kondisi ini memberikan gambaran mengenai perempuan dan anak di Kabupaten Lombok Timur masih belum aman dan sangat rentan untuk mengalami berbagai bentuk tindakan kekerasan.

Pada umumnya kasus KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga masih mendominasi bentuk kekerasan yang terjadi di Kabupaten Lombok Timur. Faktor pendidikan, akses pekerjaan, dan tradisi atau budaya lokal seringkali memicu terjadinya pernikahan di usia dini. Hal ini tentunya menjadi salah satu faktor penyebab konflik dalam rumah tangga akibat tingkat kedewasaan usia yang pada akhirnya berdampak terhadap ketidakmampuan mengelola emosi dan meredakan konflik untuk mencari solusi alternatif terhadap persoalan yang dihadapi.

Salah satu tantangan didalam upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan di Kabupaten Lombok Timur adalah terkait dengan masih rendahnya kasadaran hukum masyarakat untuk melaporkan terjadinya kasus kekerasan dalam rumah tangga. Begitu pula pada kasus kekerasan seksual yang seringkali tidak tertangani disebabkan korban tidak memiliki keberanian untuk melaporkan dengan alasan malu, aib rumah tangga, takut akan ancaman pelaku apabila melaporkan dan berbagai alasan lainnya.
 
Peran Masyarakat Dalam Pencegahan Kekerasan
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur bukannya menutup mata terhadap persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang masih terjadi. Berbagai kebijakan telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah seperti, adanya regulasi mengenai pendewasaan usia perkawinan, desa ramah perempuan dan peduli anak, kabupaten layak anak. Bahkan saat ini pemerintah daerah juga telah merancang regulasi dalam bentuk peraturan daerah tentang upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana pengetahuan tentang regulasi kebijakan tersebut terdistribusi dan terimplementasikan sampai ke tingkat komunitas terkecil di desa?

Membebani sepenuhnya upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang masih terjadi di Kabupaten Lombok Timur kepada pemerintah daerah bukanlah suatu hal yang mudah. Keterbatasan jumlah dan pengetahuan sumber daya yang dimiliki pemerintah daerah tentunya tidak dapat menjangkau sampai ke tingkat keluarga. Untuk itu dibutuhkan intervensi dan kolaborasi multi pihak didalam melakukan upaya pencegahan dan penanganannya. Isu kekerasan ini sudah menjadi problematikan yang dapat terjadi di berbagai kalangan.
Keberadaan kelompok konstituen di 15 desa dampingan Program INKLUSI di Kabupaten Lombok Timur yang dilaksanakan oleh Lombok Research Center (LRC) merupakan salah satu wujud partisipasi masyarakat didalam ikut serta mendukung pemerintah daerah dalam menyelesaikan problematika lingkungan sosial tersebut. Hal ini juga sebagai wujud tanggungjawab organisasi masyarakat sipil didalam melakukan upaya pencegahan memberikan sosialisasi dalam bentuk pelatihan-pelatihan yang bertujuan sebagai sarana penguatan kelompok masyarakat. Upaya penguatan tersebut telah dilaksanakan sejak tanggal 7 Februari 2023 sampai dengan 22 Februari 2023 di 4 wilayah kecamatan yang menjadi lokasi 15 desa dampingan LRC.

Selain dapat memberikan kontribusi terhadap upaya pencegahan, partisipasi masyarakat ini diharapkan juga berpartisipasi dalam melakukan upaya penanganan yaitu dengan melaporkan berbagai kasus yang terjadi di tengah masyarakat kepada pihak kepolisian sekaligus juga menjangkau dan melakukan pendampingan serta memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan korban. Peran dan partisipasi masyarakat ini merupakan salah satu solusi yang saat ini penting untuk ditingkatkan sehingga, pemerintah daerah juga perlu melibatkan berbagai komponen masyarakat untuk melakukan sosialisasi yang lebihi masif kepada masyarakat Lombok Timur yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masayarakat terkait dengan problematika sosial ini.
 
Segera Laporkan !
Hadirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) tentunya dapat menjadi acuan terbaru namun juga butuh sosialisasi yang menyeluruh kepada masyarakat. Keengganan masyarakat untuk segera melaporkan berbagai tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadikan upaya penanganannya juga tidak maksimal.
Partisipasi masyarakat untuk melaporkan juga merupakan bentuk dukungan masyarakat dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Lombok Timur. Streorotif sebagian besar masyarakat yang menganggap kekerasan itu (sebagai) aib harus segera dikikis karena sama artinya membiarkan kekerasan terus terjadi. Dibutuhkan keberanian masyarakat untuk melaporkan atau mengadukan berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang masih terjadi di Kabupaten Lombok Timur. Cara ini juga sebagai bentuk upaya memberikan efek jera kepada para pelaku sekaligus juga memberikan bantuan penanaganan terhadap korban.

Bagi Lombok Research Center (LRC) masih adanya rasa enggan untuk segera melaporkan berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak lebih disebabkan belum adanya sistem layanan terpadu yang memungkinkan para korban tidak harus melaporkan kekerasan yang dialaminya berulang kali. Selama ini ini para korban dalam mengakses advokasi terlebih dahulu melaporkan ke berbagai lembaga seperti, kepolisian, pemerintah daerah (UPTD PPA) atau ke lembaga-lembaga sipil pemerhati perempuan dan anak yang ada di Lombok Timur untuk mendapatkan dampingan bagi korban.

Meskipuan dalam struktur kepengurusan kelompok konstituen terdapat layanan berbasis komunitas dan pendampingan kasus namun, itu sifatnya hanya di tingkat desa dan lebih kepada upaya tindakan awal saja sifatnya. Sehingga apabila Kabupaten Lombok Timur memiliki lembaga layanan terpadu dan terintegrasi maka, para korban cukup melaporkan ke satu lembaga saja. Trauma yang dialami para korban juga tidak perlu bertambah dengan harus menceritakan berulang kali peristiwa yang dialaminya.

Terakhir dan penting untuk menjadi perhatian dan pertimbangan pemerintah daerah Kabupaten Lombok timur adalah mengenai keberadaan rumah aman khusus untuk para korban disabilitas karena mereka ini juga sangat rentan mengalami dan menjadi korban kekerasan.

Herman Rakha/Peneliti LRC