Kunjungan Partnership Coordinator INKLUSI ke Lombok Timur: Melihat Dampak Program dari Dekat

Pada hari Minggu 16 Maret 2025, Lombok Research Center (LRC) sebagai mitra Yayasan BaKTI dalam Program INKLUSI kedatangan tamu istimewa, yaitu Dwi Indah Wilujeng,Partnership Coordinator dari Sekretariat INKLUSI. Kedatangan Kak Wilu (panggilan akrab) ke Kabupaten Lombok Timur dilakukan di sela-sela agenda INKLUSI di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Pertemuan yang dilaksanakan di Classic Coffee, Sikur, Kabupaten Lombok Timur juga melibatkan Kelompok Konstituen (KK) dari 15 desa dampingan LRC dalam implementasi Program INKLUSI. Pertemuan yang dikemas dalam bentuk diskusi lepas dan santai tersebut merupakan kesempatan pertama kali bagi Kak Wilu sejak bertugas mendampingi Yayasan BaKTI dalam Program INKLUSI.

“Saya mohon maaf karena kedatangan saya mendadak hari ini namun, sejak saya ditunjuk sebagai Partnership Coordinator untuk Yayasan BaKTI, hanya LRC sebagai mitra Yaysan BaKTI yang belum saya kunjungi”, ungkap Kak Wilu mengawali obrolan santai hari itu.

Kedatangan Dwi Indah wilujeng memang untuk pertama kalinya sejak ditunjuk mendampingi BaKTI untuk Program INKLUSI pada September 2024. Jadi kesempatan pertemuan dengan Kelompok Konstituen (KK) dampingan LRC kali ini digunakan untuk mendengar secara langsung dampak Program INKLUSI dari KK secara langsung. Meskipun secara program hal tersebut sudah terdokumentasikan namun, Kak Wilu ingin mendengar secara langsung dan mengenal KK yang ada di 15 desa wilayah dampingan LRC.

Partnership Coordinator INKLUSI, Dwi Indah Wilujeng (Abju Ciklat dan Pegang Mic) dalam acara pertemuan dengan Kelompok Konstituen (KK) dampingan Lombok Research Center (LRC) dalam Program INKLUSI yang dilaksanakan di Classic Coffe, Lombok Timur pada hari Minggu (16/03/2025).

CERITA PERUBAHAN
“Apa yang terjadi sebelum mengenal LRC dengan sekarang setelah mengenal LRC”, Kak Wilu menyampaiakan pertanyaan sebagai pemantik obrolan santai dengan pengurus KK yang hadir. Pertanyaan ini penting untuk disampaikan karena terkait dengan dampak dari Program INKLUSI terhadap pengurus KK, baik sebagai individu maupun secara kelembagaan KK di tingkat lokal/desa.

Kesempatan pertama untuk menyampaikan pengalamannya adalah ibu Sukini dari Kelompok Konstituen (KK) “Kokoq Tanggek” Desa Aikmel Timur. Ibu Sukini menuturkan terima kasihnya karena telah dilibatkan dalam Program INKLUSI, terutama bagi kelompok rentan yang ada di Desa Aikmel Timur. Secara pribadi sejak terlibat dalam KK beliau sudah dapat berpikir kritis terhadap berbagai persoalan-persoalan sosial yang terjadi di desanya. Bahkan dari yang sebelumnya KK tidak paham mengenai alur penanganan kasus kekerasan dan perlindungan sosial, sejak terlibat dalam Program INKLUSI, mereka sudah mampu berjejaring dengan pemerintah daerah dalam mengupayakan penanganan kasus, baik kasus kekerasan maupun advokasi perlindungan sosial.

Sejak tahun 2022, LRC melalui Program INKLUSI memang terus memfasilitasi berbagai kegiatan yang bertujuan untuk memperkuat keberadaan Kelompok Konstituen di 15 desa dampingan dengan harapan tumbuh kemandirian di internal pengurus KK untuk mendukung pembangunan yang inklusif di Lombok Timur.

Hal tersebut telah dibuktikan dengan berbagai upaya-upaya pendampingan yang dilakukan oleh para pengurus KK. Seperti yang disampaikan oleh Wanikmal Wakil (Ketua KK Desa Sikur Selatan) dimana, KK saat ini keberadaannya telah memperoleh pengakuan di daerah ketika mendampingi masyarakat, baik untuk kasus kekerasan maupun perlindungan sosial.

“Kartu identitas atai ID Card pendamping yang diberikan oleh LRC menjadi “Kartu Sakti” bagi KK ketika mengurus atau melakukan pendampingan di instansi/OPD terkait”, ujar Pak Wakil menuturkan kemudahan yang diperoleh sejak didampingi LRC dalam Program INKLUSI.
Anggota KK yang masuk dalam pengurus Layanan Berbasis Komunitas (LBK) memang telah dibekali oleh ID Card dan disahkan oleh Kepala Dinas Permberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur menjadi kartu identitas bagi pengurus LBK dalam melakukan pendampingan kasus dan perlindungan sosial. Sehingga keberaadaan mereka sah dan diakui oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sebagai pendamping.

Salah satu anggota pengurus Kelompok Konstituen (KK) sedang bercerita mengenai pengalamannya dalam Program INKLUSI yang dilaksanakan oleh Lombok Research Center (LRC) di Kabupaten Lombok Timur.

Pengalaman berbeda disampaikan oleh Ripai, Ketua KK “Lentera” Desa Lendang Nangka Utara dimana, sejak terlibat dalam Program INKLUSI  terjadi perubahan pola pikir dalam dirinya serta pengurus KK lainnya dalam memandang persoalan perkawinan usia anak yang marak terjadi di desanya. Ripai menuturkan bahwa praktik-praktik kekerasan berbasis gender yang dulunya menjadi hal biasa terjadi, saat ini menjadi fokus utama dalam program pembangunan di Desa Lendang Nangka Utara.

“Melalui LRC dengan dukungan Program INKLUSI, kami telah mampu berjejaring dengan berbagai stakeholdel lainnya dalam upaya pencegahan perkawinan anak yang terjadi di desa kami’, tutur Ripai. Terbukti dalam beberapa kasus KK Desa Lendang Nangka Utara telah mampu melakukan pencegahan. Tidak hanya melibatkan antar desa namun, kami juga telah melakukannya dalam pencegahan perkawinan anak lintas kabupaten, sambungnya.

Capaian yang telah dilakukan oleh Kelompok Konstituen (KK) melalui Program INKLUSI memang tidak berjalan dengan mudah karena di dalam perjalanannya mereka, baik secara individu maupun kelembagaan seringkali mengalami tantangan. Bahkan tantangan tersebut diperoleh dari internal keluarga anggota KK sendiri.

Seperti yang disampiakan oleh Sri Yuliana, Ketua KK Desa Labuhan haji yang bercerita mengalami tantangan dari suaminya yang awalnya menentang keberadaan perempuan-perempuan mandiri namun, setelah melihat keterlibatan dirinya dalam mengadvokasi kegiatan-kegiatan sosial dan melihat bahwa dirinya merasa dibutuhkan oleh masyarakat, akhirnya suaminya sangat mendukung keterlibatan dirinya dalam Program INKLUSI.

“Setelah melihat kegiatan yang saya lakukan adalah untuk kepentingan masyarakat, dukungan suami saya terus berlanjut, bahkan memberikan dukungan bagi saya untuk kuliah”, cerita Sri Yuliana. Usia saya ketika kuliah itu adalah 38 tahun dan Alhamdulillah saya lulus sebagai sarjana Ilmu Administrasi Publik pada tahun 2020. Pekerjaan suaminya sebagai supir angkot tidak menjadi halangan untuk membiayai dirinya dan anaknya menjadi seorang sarjana dan itu merupakan bentuk dukungan sang suami kepada Sri Yuliana.
 
UPAYA MEMBANGUN KEBERLANJUTAN PROGRAM INKLUSI
Berbagai pengalaman menarik disampaikan oleh para pengurus KK dalam kunjungan Partnership Coordinator Dwi Indah Wilujeng,dari Sekretariat INKLUSI yang berjalan lebih dari dua jam tersebut. Di akhir acara Kak Wilu berpesan bahwa Program INKLUSI merupakan alat untuk mewujudkan pembangunan inklusif di masing-masing desa tempat KK berada. Sehingga diharapkan setelah berakhirnya Program INKLUSI, KK dapat terus memperjuangkan dan meningkatkan pengalaman dan keberhasilan dari yang telah dicapai saat ini.

Pertemuan Partnership Coordinator Program INKLUSI hari itu ditutup dengan sesi foto bersama antara Dwi Indah Wilujeng dengan pengurus kelompok Kosntituen (KK) yang hadir. Namun sebelumnya, Lombok Research Center (LRC) juga menyampaikan bahwa strategi selama ini yang dilakukan dalam implementasi Program INKLUSI di 15 desa dampingan di Kabupaten Lombok Timur adalah selalu menekankan kepada upaya-upaya membangun kemandirian dari Kelompok Kosntituen (KK). Apa yang telah disampaikan oleh Kelompok Kosntituen (KK) kepada Dwi Indah Wilujeng menjadi sebagian kecil dari upaya pendampingan yang dilakukan oleh LRC. Sehingga fasilitasi untuk berjejaring bagi Kelompok Kosntituen (KK) dengan berbagai pihak terus dilakukan oleh LRC dengan harapan setelah program berakhir, Kelompok Kosntituen (KK) tidak selalu bergantung kepada Lombok Research Center (LRC).