Kamis, 20 Juli 2023 Lombok Research Center (LRC) laksanakan kegiatan diskusi bulanan kelompok konstituen (KK) di Desa Kotaraja, Kecamatan Sikur, Lombok Timur. Diskusi ini merupakan kegiatan rutin sebagai kontrol sekaligus updating isu yang tengah berkembang di masyarakat. Ini perlu dilakukan agar Lombok Research Center sebagai mitra BaKTI dalam Program Inklusi bisa mensinkronkan program yang akan dibuat di tahun depan agar bisa menjawab permasalahan yang ada saat ini. Kegiatan ini dilaksanakan di selasar Kantor Desa Kotaraja. Kegiatan tersebut dihadiri oleh anggota KK yang terdiri dari kepala kewilayahan, guru, kader desa, ibu rumah tangga, tokoh masyarakat dan unsur masyarat lainnya.
Diskusi ini dibuka oleh Lalu Khaidir selaku Asisten Program Inklusi. Dalam diskusi, Khaidir mengajak agar semua anggota KK yang hadir bisa menyampaikan aspirasinya karena hal tersebut akan sangat berguna dalam membantu LRC untuk menyusun program di tahun 2024. Selain itu, diskusi kali ini bertujuan untuk membedah isu-isu kekinian yang perlu menjadi perhatian sehingga solusinya bisa dirembukkan bersama, serta membahas tentang tema diskusi di bulan selanjutnya. “Kita diskusi bebas saja, semua boleh menyampaikan pendapat, saran atau pertanyaan dan semua hasil diskusi hari ini akan menjadi evaluasi untuk menyusun program lembaga di tahun 2024”, kata Khaidir.
Untuk saat ini masalah yang masih sering terjadi di Desa Kotaraja ialah masalah perkawinan anak, bahkan pemerintah desa merasa kewalahan dalam menyikapi masalah tersebut. Meskipun masalah pernikahan sudah diatur dalam UU No 16 tahun 2019 mengatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun, menurut Lalu Khairul Faridi dan Mulyadi selaku kawil (Kepala Wilayah) ternyata masih banyak praktik pernikahan anak yang bahkan tidak diketahui pemerintah desa karena dilakukan secara diam-diam.
Faktor adat juga menjadi rintangan dalam menegakkan aturan yang ada, pasalnya adat merarik seringkali dijadikan sebagai alasan untuk menikahkan anak-anak yang masih di bawah umur, padahal anak-anak sebagai salah satu masyarakat rentan harusnya dilindungi dan dipenuhi haknya untuk mendapatkan pendidikan. Bahkan, banyak orangtua yang belum sadar dengan dampak jangka panjang dari pernikahan anak, sehingga lebih memilih untuk menikahkan anak daripada menanggung malu apabila si anak telah dibawa ‘merarik’ (kawin lari). “Bahkan, kami selaku kawil kewalahan dalam mengatasi masalah pernikahan anak ini, sehingga yang bisa kami lakukan hanya dengan tidak memberi dukungan atas praktik tersebut, misalnya dengan tidak menghadiri undangan pernikahan,” ucap Mulyadi menambahkan.
Masalah adat ini juga turut menyumbang tingginya angka pernikahan anak di NTB sebesar 15,47% (Data BPS 2021) yang menjadikan NTB menjadi provinsi nomor dua dengan kasus pernikahan tertinggi di Indonesia. Mengutip dari Poros Lombok, salah satu sekolah di Kotaraja yakni MA NW Kotaraja yang ikut mendukung pencegahan perkawinan anak berupaaya dengan menerapkan awik-awik berupa denda sebesar 2,5 juta bagi yang siswanya yang melakukan pernikahan dan aturan ini sudah disepakati oleh seluruh wali murid.
Sekolah juga melakukan edukasi terkait pernikahan anak setiap minggu di luar kurikulum sekolah melalui kegiatan bina imtaq. Sekolah dengan tegas menentang tegas praktik pernikahan anak karena tercatat di tahun 2020 ada lima orang siswa yang melakukan pernikahan terdiri dari siswa kelas 10 sejumlah 3 orang dan kelas 12 dua orang (Statemen Drs. Abdul Mujib, Kepala Sekolah MA NW Kotaraja dalam https://poroslombok.com/cegah-pernikahan-dini-kasek-ma-nw-kotaraja-berlakukan-denda-bagi-siswa-yang-melanggar/ diakses Kamis, 20 Juli 2023).
Selain pernikahan anak, ada beberapa hal lainnya yang dibahas dalam diskusi bulanan tersebut terkait tema diskusi di bulan selanjutnya. Ketua KK Desa Kotaraja, Miniarti Istiarini mengusukan beberapa hal yang perlu dibahas seperti pendidikan karakter bagi anak-anak, layanan konseling dan sosialisasi tentang keberadaan KK. Khususnya keberadaan KK Desa Kotaraja selama ini masih belum banyak diketahui oleh masyarakat, padahal keberadaan KK penting untuk diketahui karena mereka sebagai salah satu fasilitator masyarakat untuk mendapatkan layanan dan bantuan.
“Selama ini keberadaan KK masih belum banyak diketahui, sehingga banyak masalah yang di tengah masyarakat yang luput dari pantauan KK, sehingga ke depan kita butuh kegiatan-kegiatan yang bisa diakses banyak orang sehingga keberadaan kita diketahui”, kata Istiarini sebelum diskusi tersebut berakhir.
Penulis : Baiq Nurul Nahdiat (Staf Komunikasi LRC)